Namun, seperti yang sudah dijelaskan di Surat Al-Baqarah 280, sebaiknya beri tenggang waktu atau kelonggaran untuk orang yang berutang hingga dia lapang apabila memang orang yang berutang tersebut dalam keadaan tidak mampu. Para ulama sepakat bila menagih utang kepada orang yang tidak mampu hukumnya haram.
Maka kesimpulannya adalah, menagih utang dalam syariat Islam merupakan hak orang yang memberi utang. Jika kita merujuk pada dalil Alquran di atas, maka jatuh tempo pembayaran utang itu tidak diwajibkan, sebab menagih utang bisa dilakukan kapan saja selama orang yang berutang dalam keadaan mampu untuk membayar utangnya.
Kalau berutang itu hukumnya mubah atau diperbolehkan, sementara membayar atau melunasi utang hukumnya wajib. Jadi, walau tidak ditagih, orang yang berutang tetap wajib melunasi utangnya. Ingat, utang diwariskan dan dibawa mati.
Kembali lagi, utang piutang dalam Islam termasuk transaksi sosial. Lebih jelasnya, dalam ilmu fiqih akad utang disebut dengan aqad al-irfaq, yaitu akad yang didasari rasa belas kasih. Karena memang tujuan memberi utang itu ya untuk membantu dan meringankan beban sesama manusia bukan mendapat keuntungan darinya.
Bagaimana jika terjadi kelebihan pembayaran yang disyaratkan oleh si pemberi utang kepada yang berhutang? Sudah jelas bahwa itu riba. Dalam Islam, memungut dan mengambil keuntungan dari riba itu hukumnya haram.
Ada 2 jenis riba dalam transaksi utang piutang, yaitu riba qardh dan riba jahiliyah. Riba qard adalah kelebihan tertentu yang disyaratkan pemberi utang kepada orang yang berutang kepadanya. Misalnya, seseorang punya utang sebesar 1 juta, tetapi syarat melunasi utang tersebut dengan membayar sebesar Rp 1.100.000,00. Nah kelebihan 100 ribu itu termasuk riba.
Sementara riba jahiliyah adalah utang yang dibayarkan melebihi nilai pokoknya apabila si peminjam tak mampu melunasi utang tepat waktu. Misalnya begini, seseorang punya utang sebesar 1 juta dan ketika jatuh tempo tidak bisa membayar. Lalu si pemberi utang memberi kelonggaran tetapi memperbesar utang yang harus dilunasi menjadi Rp 1.100.000,00.
Tambahan 100 ribu itu termasuk riba jahiliyah. Apabila penambahan utang itu terus bertambah besar mengikuti jatuh tempo maka termasuk dalam riba mudha'afah (melipatgandakan uang).
Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam berutang walau utang itu diperbolehkan. Termasuk berhati-hati ketika memutuskan akan berutang kepada siapa. Kalau mau berutang kepada teman pikir-pikir dulu deh, pastikan orang tersebut benar-benar tulus tidak memeras atau memberi utang riba.
Bagi yang mau memberi utang juga pikir-pikir dulu. Pastikan yang diberi utang memang sedang dalam keadaan membutuhkan dan terdesak secara kebutuhan.Â