Seperti yang tertera di judul, "memberi maaf dulu sebelum meminta maaf". Begitulah pesan yang saya dapat ketika mendengar khutbah jumat (22/5) kemarin.
Kebetulan, daerah saya tidak termasuk zona merah, dan diperbolehkan mengadakan solat berjamaah di masjid. Kami juga menerapkan anjuran social distancing serta menjamin jamaah yang hadir dalam kondisi sehat.
Kembali ke momen khutbah jumat tadi. Awalnya, saya tidak terlalu mendengarkan isi khutbah. Saya terjebak dalam lamunan, memandang pemandangan kampung di balik kaca masjid.
Banyak hal yang membuat saya merenung kala itu. Renungan itu malah berujung lamunan ketika mendengar khutbah, jangan dicontoh ya.
Sejak semalam saja sudah dibuat kesal dan sakit hati. Pada hari kamisnya, saya mendengar seorang tetangga baru pulang dari perantauan. Ya, mudik. Saya kesal karena di momen seperti ini masih mudik padahal sudah dilarang.
Saya masih belum bisa menerima alasan apapun terhadap orang yang memutuskan mudik di tengah pandemi ini. Bagaimana tidak, keluarga kami tak bisa berkumpul.
Kakak saya tak dapat pulang. Kuliah saya tertunda, padahal dalam masa skripsian. Ditambah lagi manusia-manusia di luar sana yang malah memadati toko baju buat lebaran. Mau pamer sama siapa? Belum lagi banyak pelanggaran PSBB, dll.
Kesal, sakit hati memenuhi hati dan pikiran saya sehingga khutbah jumat itu tak dapat saya cerna. Sampai pada suatu pembahasan, khotib menyampaikan bahwa,
"Kewajiban manusia itu memaafkan orang lain, baru meminta maaf. Karena sesungguhnya yang Maha Pemberi Ampunan/Maaf hanyalah Allah SWT"
Saya pun kaget. Apa maksudnya? Khutbah pun akhirnya saya dengarkan dengan seksama. Ternyata jikalau kita meminta maaf kepada orang tapi itu hanya bentuk formalitas, apalagi formalitas di bulan syawal, belum tentu Allah menerima maaf itu.
Memaafkan merupakan salah satu ciri orang-orang yang bertakwa. Orang yang bertakwa sendiri merupakan orang yang paling tinggi derajatnya. Dan jaminannya pasti surga.