Baru-baru ini muncul usulan untuk ekspor ganja. Usulan ini pertama keluar dari mulut anggota Komis 6 DPR RI dari Fraksi PKS, Rafly Kande. Tak disangka, wacana iseng tersebut sekarang menjadi perbincangan hangat yang mengarah ke polemik.
Lantas, apakah bisa ganja yag dilarang di Indonesia itu menjadi komoditas ekspor yang menguntungkan bagi Indonesia?
Sayangnya, tanaman ganja atau secara ilmiah dikenal dengan sebutan cannabis dilarang peredarannya di Indonesia. Bukan hanya dilarang beredar saja, namun apabila diketahui ada ladang ganja, pasti akan dibumi hanguskan oleh aparat. Apa dasar dilarangnya tanaman ganja di Indonesia?
Adalah UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang menjadi dasar kuat pelarangan tanaman ganja. Tanaman ganja seperti diatur dalam UU termasuk kedalam Narkotika Golongan I, dimana semua narkotika golongan itu sangat diawasi.Â
Tak tanggung-tanggung, siapa saja yang kedapatan menyediakan, menanam, menguasai Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman akan dikenai pidana sesuai Pasal 111 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ya, kurang lebih seperti itulah, penulis sendiri tak terlalu ahli soal hukum.
Nah, atas dasar itulah wacana ekspor ganja untuk kepentingan bisnis yang diutarakan Rafly Kande menjadi kandas sebelum dicoba. Lha wong ganja saja ilegal di Indonesia bukan?Â
Tapi wacana dari anggota DPR itu kini membuka diskusi menarik soal legalisasi ganja di Indonesia terutama untuk keperluan medis. Seperti yang terjadi dalam acara ROSI di KOMPASTV dengan tema, Ganja: Mitos dan Fakta (6/2/2020) yang dipandu oleh Rosiana Silalahi. Â
Sesuai dengan mitosnya, ganja dapat menjadi obat yang mampu menyembuhkan berbagai penyakit. Seperti yang pernah viral tahun 2017 lalu tentang seorang suami yang mengobati sakit istrinya dengan ekstrak ganja.Â
Fidelis, warga Kabupaten Sanggau harus mendekam selama 8 bulan di penjara setelah divonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sanggau, Kalimantan Barat, karena terbukti bersalah dalam kepemilikan 39 batang ganja yang dipergunakan Fidelis untuk mengobati istrinya, Yeni Riawati, yang menderita penyakit langka Syringomyelia.
Ironisnya, sang istri meninggal tepat 32 hari setelah suaminya ditahan. Dimana sejak saat itulah asupan ekstrak ganja yang menjadi satu-satunya harapan obat bagi kesembuhannya tidak ia konsumsi lagi.Â
Kasus ini sempat memunculkan wacana pelegalan ganja untuk keperluan medis. Namun, hal tersebut juga tak terjadi bukan hingga saat ini, dan ganja sebagai obat kanker atau diabetes hingga kencing manis juga masih sebatas "katanya".