Mohon tunggu...
IrfanPras
IrfanPras Mohon Tunggu... Freelancer - Narablog

Dilarang memuat ulang artikel untuk komersial. Memuat ulang artikel untuk kebutuhan Fair Use diperbolehkan.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Simbiosis Mutualisme untuk Masa Depan Anak

6 September 2016   20:59 Diperbarui: 6 September 2016   21:06 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: bumiputera.com

Pada tulisan saya sebelumnya yang berjudul Pendidikan Butuh Rencana, telah dijelaskan bahwa merencanakan pendidikan itu wajib hukumnya. Baik dari segi perencanaan keuangan maupun perencanaan mutu pendidikannya. Untuk masalah perencanaan keuangan, sudah tidak perlu risau lagi karena ada Bumiputera yang sudah menyediakan asuransi pendidikan.  

Bumiputera merupakan perusahaan asuransi terkemuka dan telah berusia lebih dari 100 tahun. Sehingga kualitas dan pelayanannya sudah tidak diragukan lagi. Berdiri sejak 1912,Bumiputera memiliki berbagai macam program assuransi, tak terkecuali asuransi pendidikan.

Sebuah asuransi pendidikan di masa sekarang ini menjadi kebutuhan yang penting, terutama bagi masyarakat yang khawatir dan kesulitan mengatur keuangan untuk pendidikan anak. Ya, biaya pendidikan dari tahun ke tahun selalu meningkat. Jadi merencanakan pendidikan dengan asuransi akan membuat aman masa depan anak.

Selain asuransi Mitra Cerdas dan Mitra Beasiswa yang telah saya jabarkan pada tulisan sebelumnya, Bumiputera juga punya satu lagi pilihan asuransi pendidikan, yaitu Mitra Iqra Plus. Mitra Iqra Plus merupakan program asuransi pendidikan berbasis syariah. Asuransi ini cukup sederhana, Anda cukup menabung sebagian pendapatan Anda secara teratur. Keuntungannya, asuransi ini tidak hanya untuk mempersiapkan pendidikan anak tetapi juga melindungi anak jika terjadi hal yang tidak diinginkan.

Pendidikan memang sebuah kebutuhan dan keharusan. Hanya dengan pendidikan, masa depan akan menjadi cerah. Akan tetapi agaknya hanya sebagian keluarga saja yang paham dalam perencanaan pendidikan. Mengapa demikian? Karena hanya beberapa saja yang melibatkan anak dalam merencanakan pendidikannya. Padahal yang menempuh pendidikan adalah anak.

Setiap anak pasti memiliki cita-cita. Cita-cita itulah yang seharusnya coba diwujudkan bukan oleh si anak sendiri tetapi juga orang tuanya. Untuk “Mewujudkan Cita-cita Anak” dibutuhkan peran aktif dari orang tua dan orang tua juga harus terbuka dengan anak. Ada sebuah quote bagus dalam film Taare Zameen Par, yaitu “Every Child is Special”. Ya, setiap anak itu spesial sehingga dibutuhkan perlakuan yang berbeda-beda tiap anak menurut kemampuan dan cita-cita mereka. Disinilah peran penting orang tua untuk mengarahkan anak ke jenjang pendidikan yang tepat sesuai dengan cita-cita anak.

Apa cita-cita kamu kalau besar nanti? Itulah pertanyaan yang lazim diajukan kepada anak ketika mereka SD bahkan kini pertanyaan itu sudah diajukan meski si anak belum sekolah. Untuk wajib belajar 12 tahun, peran orang tua bisa dibilang lebih bahkan dominan. Karena diusia tersebut anak masih sangat terikat dengan orang tuanya. Sehingga kasusnya sangat sedikit sekali orang tua yang mendengar keinginan anaknya untuk sekolah di tempat tertentu.

Ketika anak lulus dari SD, menurut pandangan saya orang tua seharusnya sudah berusaha mengarahkan pendidikan anak dan mulai mendengar keinginan mereka. Apalagi ketika si anak masuk SMA, orang tua tidak boleh bersikap pasif dan apatis. Mereka harus mau mendengar dan membimbing anak menuju jenjang pendidikan yang mampu mengantarkan anak menuju cita-cita mereka. Dengan kata lain jenjang pendidikan tersebut adalah perguruan tinggi. Mengapa? Karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin mudah dan semakin terbuka jalan menuju cita-cita mereka.

Kesadaran akan pentingnya perencanaan pendidikan sampai perguruan tinggi masih belum menyentuh semua keluarga di Indonesia terutama yang ada di desa. Padahal dengan jenjang pendidikan tersebut peluang anak untuk mewujudkan cita-cita akan lebih mudah terwujud. Akan tetapi merencanakan dan memilih pendidikan sampai ke jenjang perguruan tinggi tidaklah mudah. Banyak kasus gagalnya sebuah perencanaan karena kesalahan memilih perguruan tinggi, baik PTN, PTS, maupun perguruan tinggi kedinasan.

Penyebab kegagalan tersebut tidak lain karena sikap kurang terbukanya orang tua terhadap anak bahkan dibeberapa kasus orang tua terlalu percaya dengan si anak sehingga tidak ada pengawasan disitu. Atau pada kasus lain, orang tua terlalu memaksakan kehendaknya sehingga anak tidak mendapat kesempatan untuk mengutarakan keinginan mereka. Akibatnya anak-anak tersebut sekolah dengan terpaksa untuk memenuhi ekspektasi orang tua mereka. Maka dibutuhkan simbiosis mutualisme antara orang tua dengan anak untuk menentukan pendidikan bagi anak. Simbiosis itu bisa dalam bentuk diskusi dan tukar pendapat untuk saling mendengarkan satu sama lain. Disinilah kesempatan anak untuk kembali menjawab pertanyaan “Apa cita-cita kamu kalau besar nanti?” dan waktu yang tepat bagi orang tua mendengar kembali cita-cita anak mereka.

sumber: pixabay.com
sumber: pixabay.com
Dengan simbiosis tersebut, pendidikan anak akan lebih terencana dan dana pendidikan bagi anak benar-benar tepat sasaran. Sehingga asuransi pendidikan yang sudah disiapkan orang tua tidak akan sia-sia dan terbuang percuma. Terwujudnya cita-cita anak hanya tinggal menunggu waktu saja. Serta dengan cara tersebut anak akan nyaman dalam meniti karir mereka dan orang tua juga ikut mengawal jalan anak menuju cita-cita mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun