Salah satu visi atau cita-cita bangsa Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kurang lebih seperti itulah visi bangsa ini sesaui dengan bunyi Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapainya maka sudah jelas dibutuhkan pendidikan yang memiliki visi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia ini.
Pemerintah sudah sewajarnya menjadi pihak penyelenggara dan pengawasan pendidikan di Indonesia. Di tanah air tercinta ini terdapat dua kementrian yang memiliki kewenangan besar di bidang pendidikan, yaitu Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Kita dapat membedakan keduanya melalui tugas dan wewenangnya. Secara awam, Kemenristekdikti khusus untuk pendidikan pada jenjang perguruan tinggi sedangkan Kemendikbud fokus ke pendidikan anak usia dini hingga menengah. Dara sini dapat saya disimpulakan secara sederhana kalau Kemendikbud memiliki tugas yang lebih strategis dan mengarah ke cita-cita bangsa Indonesia sesuai dengan isi dari Pembukaan UUD 1945. Jadi, kursi jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini tergolong kursi panas dan siapapun yang menjabat memiliki tugas dan tanggungjawab yang besar, bukan hanya kepada presiden tetapi juga kepada masyarakat.Ketika daftar menteri Kabinet Kerja diumumkan, jabatan Mendikbud diemban oleh Anies Baswedan. Anies bukanlah orang asing bagi presiden Jokowi, beliau termasuk orang yang “spartan” mendukung dan mengkampanyekan Jokowi ketika Pilpres 2014. Beliau hampir selalu terlihat ketika Jokowi kampanye ataupun menghadiri suatu pertemuan hingga debat capres kala itu. Bisa dibilang beliau ini pendukung setia Jokowi. Bahkan ada yang bilang kalau jabatannya itu adalah hadiah atau konsekuensi jatah yang harus diberikan Jokowi bila mantan Gubernur Jakarta tersebut terpilih menjadi Presiden.
Di kalangan akademisi dan insan pendidikan Indonesia, Pak Anies bukanlah sosok asing. Beliau merupakan mantan rektor Universitas Paramadina. Beliau terbilang sukses dalam mengemban jabatan rektor karena mampu membawa Universitas Paramadina menjadi Universitas kelas dunia. Di luar sistem pendidikan kita, Anies juga dikenal sebagai sosok aktivis pendidikan yang gencar menggelorakan semangat belajar-mengajar. Publik juga mengenal sosoknya sebagai aktor dibalik program Indonesia Mengajar yang terbentuk sejak 2009 silam. Mungkin publik sudah mengecap Pak Anies ini sebagai orang gila yang rela ke pelosok negeri bersama anak-anak muda hanya untuk alasan agar nikmat dan manfaat pendidikan dapat sampai dan dinikmati masyarakat di pelosok negeri yang belum maju pendidikannya bahkan belum terjamah oleh akses pendidikan.
Jadi, keputusan Presiden Jokowi dinilai “sangat” tepat kala itu mengingat Pak Anies sudah terbukti jasa-jasanya. Apalagi mayoritas rakyat menhendaki jabatan Mendikbud yang strategis itu dijabat oleh orang non-partai atau professional dan Anies Baswedan masuk kriteria itu. Publik pun dibuat makin jatuh hati dengan sosok Anies Baswedan terutama kalangan siswa ketika beliau membuat gebrakan untuk menghapus sistem kurikulum 2013 yang dinilai memberatkan kalangan guru dan terutama siswa. Menurut Pak Anies kala itu, beliau menilai kurikulum 2013 cacat dan masih perlu dikaji ulang sebelum dilaksanakan, sehingga akhirnya kurikulum tersebut dicabut dan dikembalikan ke kurikulum 2006. Melalui gebrakan ini, “penggemar” Anies Baswedan semakin bertambah. Tidak cukup disitu saja, setelah sukses dengan langkah awalnya, kembali beliau membuat siswa-siswa makin berbinar karena nilai UN tidak ditetapkan dan tidak digunakan sebagai acuan utama kelulusan. Dua gebrakan itu seolah mampu mencuri hati para siswa dan guru.
Di awal tahun ajaran pendidikan 2016/2017, Pak Anies kembali membuat heboh publik dengan tersebarnya himbauan kepada orang tua siswa terutama dari kalangan PNS agar mengantar anaknya ke sekolah di hari pertama sekolah. Himbauan ini pun mendapat lampu hijau dari Menpan RB dan hampir setiap daerah mengizinkan PNS-nya terlambat masuk kerja demi mengikuti Program Mengantar Anak di Hari Pertama Masuk Sekolah. Program ini dinilai positif karena memiliki tujuan agar terbentuk komunikasi antara siswa, guru, dan terutama orang tua dan guru sehingga akan terjalin komunikasi dan sistem pengajaran yang dapat dipahami kedua belah pihak.
Akan tetapi, Rabu 27 Juli yang lalu, nama Anies Baswedan termasuk dalam daftar menteri yang dicopot dari jabatannya. Publik bertanya-tanya, apa salah Pak Anies? Ada apa Jokowi? Anies Baswedan bak seorang aktor laga yang mampu mencuri perhatian penontonnya lewat aksi menantangnya. Ya, Anies mampu mendapat tanggapan dan dukungan positif dari publik terutama siswa dan staf karyawannya di Kemendikbud. Tetapi, nasi sudah menjadi bubur, Anies Baswedan sudah bukan Mendikbud kita, Let’s Move On. Kini kursi panas itu diduduki Muhadjir Effendy, mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang selama 3 periode. Muhadjir Effendy juga bukan sosok abal-abal, selain mantan rektor beliau juga menjabat sebagai Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Periode 2015-2020 (Bidang Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan).
Akhirnya kita sebagai rakyat memang seharusnya menjadi pelaku dan pengawas pendidikan agar bangsa ini dapat mewujudkan cita-cita untuk mencerdaskan kehidupannya. Semoga Menteri yang baru mampu “mencuri” hati para loyalis Pak Anies dan dapat menyelenggarakan sistem pendidikan yang berkomitmen tinggi untuk mencerdaskan bangsa dan masyarakatnya. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H