akhir-akhir ini nilai rupiah terhadap US dollar hinggap di kisaran 10.000 ke atas.
di sisi lain hatta rajasa maupun menkeu chatib basri selalu mencoba untuk menenangkan masyarakat.
inti suara mereka adalah "ini hanya gejala wajar,normal.." atau selalu membandingkan dengan kawasan lain yg juga mendapat pukulan dari penguatan dollar.
Tentu selain faktor luar negeri,faktor dalam negeri juga berpengaruh. Apakah benar jika "kondisi" ini bermula atau muncul dari semua kebijakan pemerintah ? khususnya menaikkan harga BBM bersubsidi ?
sudah menjadi rahasia umum jika subsidi BBM menyebabkan defisit APBN. Celakanya,subsidi BBM selama ini dianggap tidak tepat sasaran. Apa betul tidak tepat sasaran ?
Bisa jadi,karena sekarang sebagian besar masyarakat di Indonesia sudah memiliki kendaraan pribadi terutama mobil. Bisa dilihat berapa jumlah mobil dan motor yang keluar (terjual) dari dealer setiap hari. Hal tersebut dikarenakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia yg menyebabkan tiap individu membutuhkan akses mobilitas untuk memenuhi segala kebutuhan dan kepentingan masing-masing.
Akibatnya ? Pemintaan akan bahan bakar terus menerus naik,dari tahun-tahun nilai subsidi BBM kian menggelembung. dan akhirnya pada tahun ini kebijakan "harga BBM naik" dikeluarkan oleh pemerintah.
Dari sini muncul beberapa pertanyaan dari dalam diri saya terhadap kebijakan tersebut. Kemana tujuan mereka? dan saya mencoba untuk berspekulasi .
1. mengurangi defisit APBN
dengan dinaikkannya harga BBM bersubsidi,sama halnya dengan "berbagi penderitaan" . maksudnya disini kita semua akan berbagi kerugian dari subsidi BBM dengan pemerintah. bisa dibilang pemerintah rugi 70% ,masyarakat 30% . bahasa jawanya "urunan" atau "patungan" buat beli BBM . Namun,dampak di masyarakat lebih mengerikan. harga-harga semua kebutuhan juga ikut naik seolah berlari mengerjar larinya BBM. dalam hal ini menyebabkan masyarakat lebih pusing,terutama masyarakat kurang mampu. apalagi mereka yg "tidak ikut-ikutan" belanja BBM bersubidi karena keterbatasan dan kondisi mereka yg tidak memungkinkan (masyarakat pengangguran dan pelosok dimana roda perekonomian kurang berjalan). tapi tenang,pusing kan ada obatnya yaitu BALSEM . mereka dikasih BALSEM biar sembuh,duitnya BALSEM darimana ? ya dari APBN lah... oh beban lagi ya??
2. mengurangi konsumsi BBM
jika harga BBM naik , maka rakyat yg kurang mampu akan kesulitan utk membeli BBM sehingga ini merupakan gejala "seleksi alam" dengan naiknya BBM hanya mereka yg mampu yg bisa menikmati ini. mereka yg cuma mencicipi BBM sebelum kenaikan BBM hanya akan BERPUASA BBM . apalagi setelah BALSEM nya habis dan gak panas lagi.
dari dua spekulasi diatas saya ragu apakah BALSEM efektif mengobati pusing karena meskipun ada bantuan tp harga kebutuhan juga naik tajam. Dan mengingat BBM merupakan barang yang permintaannya bersifat inelastis . dengan berapa pun harga yg ditawarkan ,masyarakat tetap butuh BBM sehingga belum tentu konsumsi BBM bisa turun. kalo konsumsi ngga turun,karena dampak inflasi yg ditimbulkan menyebabkan pemerintah mau tidak mau menambah BALSEM sebagai obat. Hal tersebut menyebabkan semakin sulit kebijakan ini mengurangi defisit APBN,yang ada justru nilai real rupiah merosot. pendapatan real masyarakat turun.