Ada masa ketika saya menghabiskan 10-15 menit tiap pagi untuk menonton film Spongebob.
Tujuannya sederhana: meriset. Membuktikan bahwa film ini memang benar-benar memiliki banyak kampanye terselubung—semacam konspirasi, yah kau tahu lah. Dan temuan pertama berkaitan dengan simbol-slogan Freemasonry. Silakan tengok episode “Good Neighbour” dimana Spongebob dan Patrick mengenakan topi berlogo “mata-satu” dan meminta Squidward Si Pengeluh untuk menjadi Presiden “Kelompok Persaudaraan Tetangga yang Baik”. Atau coba perhatikan anatomi tubuh Plankton di mana ia hanya memiliki satu mata.
Tapi sebagai seorang Sarjana Ekonomi—dan bukan Sarjana Konspirasi—temuan yang lebih mengejutkan—dan membikin miris—justru datang dari kampanye terselubung yang sialnya, luar biasa jenius. Seperti pembunuhan-tanpa-jejak oleh seorang komedian di atas panggung.
Lihat ini.
Pertama, nama “Bikini Bottom” sebagai nama set lokasi cerita. Kata “bikini” pada mulanya merujuk pada batu karang, sedangkan “bottom” berarti “di bawah”, sehingga secara harfiah, kedua kata itu berarti: di bawah batu karang. Ini bisa dimengerti karena kehidupan Spongebob dan teman-temannya memang berada di bawah laut. Namun begitu, kata “bikini” hari-hari ini bukankah lebih identik dengan celana dalam? Dan apa sebetulnya yang ada di bawah celana dalam?
Padahal ini film anak-anak.
Kedua, menyoal penyandigan Spongebob—sang koki yang tulus, baik, polos, dan naif—dengan kratty patty—menu andalan Krusty Krabb—yang membuat kita secara a-sadar menyifati kratty patty sebagaimana sifat Spongebob yang baik. Pada akhirnya membuat kita merasa kratty patty sebagai makanan yang aman dan sehat—padahal ilmu kedokteran membuktikan hal yang sebaliknya.
Apalagi status kratty patty sebagai “makanan favorit” warga Bikini Bottom, pada akhirnya akan semakin mendorong anak-anak—wabil khusus penggemar Spongebob—untuk mengkonsumsi makanan cepat saji sesering dan sebanyak mungkin. Karena bukankah anak-anak gemar meniru apa yang ia tonton?
Jamie King, dalam 101 Konspirasi Dunia, mengatakan: film Donald Bebek yang berkisah tentang ketaatan sang Donald membayar pajak—yang ditayangkan gratis di bioskop seluruh Amerika dan ditonton tak kurang dari 60 juta orang—berhasil, menurut polling Gallup, meningkatkan pemasukan pajak penghasilan sebesar 26%![1]
Atau jangan jauh-jauh deh, berapa juta orang kiranya di seluruh dunia yang gara-gara “menonton” Gangam Style terdorong untuk berdandan ala Psy atau berkumpul bersama teman demi joget-kuda-kudaan? Atau bagaimana masyarakat Indonesia tiba-tiba jatuh hati pada Buka Sikit Joss dan Kereta Malam dan Simalakama dan Oplosan dan Pokoke Joget dan menghabiskan semalaman bermakmum kepada Ceasar?
Jadi, ketika pada suatu pagi—sembari sarapan—saya menyempatkan diri, seperti biasa, menonton Spongebob, keponakan saya mampir ke kamar demi minta dirapikan dasi, dan ketika mendapati saya menonton Spongebob, salah seorang di antara mereka mengerutkan kening, berkata, “Amang udah gede nonton Spongebob!”