Pada tanggal 18 agustus 2012, pemerintahan gubernur dan wakil gubernur Sulawesi tenggara yakni Nuralam dan Saleh Lasata telah berusia empat tahun. Sebagaimana biasanya, pemimpin mempertanggung jawabkan kinerjanya di depan legislative.
Tentunya pemerintahan Nuralam dan Saleh Lasata tidak selalu berjalan dengan mulus. Seperti yang dikatakan oleh Nuralam bahwa “kebenaran itu tergantung dari perspektif seseorang. Jangankan hal buruk, hal baik pun yang dilakukan bisa dinilai buruk oleh orang lain”. Begitu pula dengan pemerintahannya, ada beberapa oknum yang menganggap bahwa selama ini Nuralam gagal memimpin Sulawesi Tenggara.
Pada empat tahun kepemimpinannya, momentum ini dijadikan Nuralam untuk mempertanggung jawabkan kinerja pemerintahannya selama ini. Sebagaimana yang diatur dalam peraturan pemerintahrepublik Indonesia tentang tata cara pertanggung jawabankepala daerah. Kepala daerah mempertanggung jawabkan di depan legislative selaku wakil rakyat. Namun ada sesuatu yang berbeda sekaligus menjadi terobosan baru telah dilakukan oleh Nuralam. Selain mempertanggungjawabkan kinerja pemerintahannya di depan legislative, secara terbuka Nuralam mengekspose kinerjanya di depan public Sultra.
Pada awalnya, saya menganggap hal ini hanya akan menjadi seremonial semata. Namun ketika mengikuti acara ekspose empat pemerintahan Nuralam dan saleh lasata, sungguh saya terpukau. Di depan puluhan ribu public Sulawesi Tenggara, Nuralam mengekspose kinerjanya.
Tampak lima buah screen berukuran besar yang menjadi medium kontak presentasenya. Di dalam ruangan di sisi kiri dan kanan panggung terpasang dua buah screen berukuran 3,5m x 5m, sementara di luar gedung terpasang tiga screen raksasa terpasang. Seluruh pengunjung yang hadir pada malam itu secara langsung bisa melihat presentase kinerja pemerintahan Nuralam dan Saleh lasata. Tidak hanya menggunakan screen besar, LPJ pemerintahannya disiarkan secara langsung di televise dan radio.
Nuralam yang selama ini dihujam berbagai kritikan, secara gambling membeberkan situasi Sulawesi Tenggara lima tahun yang lalu. Tentunya berdasarkan angka-angka yang teruji dan terukur. Setelah itu Nuralam mengkomparasikan capaian-capaian pada empat tahun pemerintahannya. Publik yang menghadiri LPJ terbuka tersebut mengangguk-angguk pertanda mereka baru menyadari capaian pemimpinnya selama ini. Manusiawi juga sebetulnya, manusia terkadang lebih muda mengingat hal buruk daripada hal yang baik.
Tidak hanya LPJ pemerintahan Nuralam dna ke dan Saleh Lasata. Pada malam itu, ajang ekspose juga menjadi moment tentang rencana-rencana ke depan. Seperti rencana pembuatan mesjid agunng dan jembatan panjang. Terutama rencana pembangunan mesjid, rencana itu menurut kabar acap kali mendapat sorotan dari aktivis dan beberapa pihak lainnya. Tanggapan Nuralam terhadap kritik tersebut sangat menggelitik saya karena dibawakan dengan selera humor tinggi, namun begitu mengena. “Alangkah gembiranya para iblis jika saya terus menerus dihujat karena mau membangun tempat ibadah” kata Nuralam.
Tidak ada maksud memuja dan memuji sosok Nuralam dan Saleh Lasata selaku gubernur dan wakil gubernur Sulawesi tenggara. Hanya saja, hati kecil saya sebagai masyarakat biasa berharap bahwa suatu hari nanti seluruh kepala daerah di Indonesia berani secara terbuka memberikan Lapaoran Pertanggung Jawaban tidak hanya di depan legislative namun juga di depan rakyat yang di pimpinnya. Tentunya memang beresiko, bagi kepala daerah yang gagal bisa jadi bukan tepuk tangan yang didapatkan tapi malah lemparan batu maupun kotoran dari rakyatnya. Namun, bagi kepala daerah yang berhasil dan telah bekerja keras untuk rakyatnya, hal ini tidak akan menjadi sebuah masalah.
Selamat kepada Nuralam dan saleh Lasata, semoga terobosan ini akan diikuti oleh kepala daerah lainnya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H