Mohon tunggu...
Irfan Jaya
Irfan Jaya Mohon Tunggu... -

Manusia biasa yang sementara belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wacana Gubernur dipilih DPRD

21 Januari 2011   06:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:20 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Salah satu karakter Negara demokrasi adalah adanya pemilihan umum yang dilaksanakan secara berkala, termasuk presiden, gubernur, walikota, dan bupati. Hal ini berarti, sebuah negara tidak bisa disebut sebagai Negara demokratis selama para pejabat yang memimpin pemerintahan tidak dipilih secara langsung oleh rakyat secara jujur dan terbuka.
Di Indonesia sendiri, salah satu karya besar Reformasi adalah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Masyarakat memiliki kebebasan dan hak penuh dalam menentukan pemimpinnya, serta masyarakat dengan mudah pula menghakimi pemimpinnya yang dianggap gagal dengan cara tidak memilihnya kembali.
Sebelumnya, Kepala Daerah dipilih oleh anggota DPRD Kota/Kabupaten atau pun DPRD Provinsi. Namun, dengan lahirnya Undang-Undang (UU) No 22 tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah yang lebih dikenal dengan UU Otonomi Daerah (Otoda). Kepala Daerah tidak lagi dipilih oleh DPRD tetapi oleh rakyat langsung dengan penyelenggara Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Hal ini berjalan sejak sejak tahun 2001, karena implementasi UU No 22/1999 mundur dua tahun, Pilkada di seluruh Indonesia dilakukan secara langsung.
Sayangnya, saat ini pemerintah mengusulkan pemilihan gubernur tidak lagi dipilih melalui mekanisme Pilkada, namun Gubernur kembali dipilih oleh anggota Dewan Perwakila Rakyat Daerah.
Alasan pertama adalah, Pilkada Gubernur dianggap menelan yang cukup besar, bahkan,untuk Pilkada Jawa Timur hampir menghabiskan anggaran sebesar Rp2 triliun. Jumlah itu belum termasuk biaya yang dikeluarkan pasangan calon. Alasan kedua adalah mengenai fungsi gubernur sebagai wakil pemerintah atau cenderung bersifat administrative karena sebagai wakil pemerintah pusat, gubernur tidak memiliki teritorial. Sebab, teritorial merupakan kewenangan kabupaten/ kota.
Hal ini tentunya memerlukan kajian yang lebih mendalam karena di satu sisi usulan pemilihan gubernur melalui DPRD bisa dimaknai sebagai pengebirian demokrasi.
Demokrasi merupakan sebuah jaminan terpenuhinya hak-hak yang paling asasi dan keadilan yang sama bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Kehidupan yang adil, damai dan sejahtera bagi seluruh rakyat yang heterogen, baik karena suku, agama dan aneka ragam kearifan lokal, telah terbukti pada banyak negara bisa dicapai dengan pemerintahan yang demokratis.
Harusnya pemerintah menyadari bahwa Pemiliha Kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat merupakan proses politik menuju arah pada kehidupan yang demokratis dan bertanggung jawab. Para pemimpin pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dengan sendirinya akan mempertanggung jawabkan kebijakan publiknya kepada rakyat, karena rakyat memiliki kedaulatan.
Pemilihan kepala daerah secara langsung akan memperkuat dan mengembangkan konsep check and balances dalam penyelenggaraan pemerintahan karena pemilihan kepala daerah secara langsung akan bertanggung jawab kepada rakyat bukan kepada DPRD. Dengan demikian kedudukan kepala daerah kuat sebagai pejabat pelaksana kebijakan politik. Seorang pejabat publik yang memperoleh dukungan luas dan kuat dari rakyat akan menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan negara dalam rangka tercapainya tujuan negara pada tingkat lokal. Mereka akan merasa terikat dengan suara rakyat dan memperjuangkan kepentingan rakyat.
Pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan proses politik yang dapat memberikan pendidikan politik kepada rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam kerangka stabilitas nasional.

Pemilihan kepala daerah secara periodik akan membuat rakyat lama kelamaan akan memahami tujuan dari Pilkada diselenggarakan dengan demikian mereka akan semakin kritis dalam memilih kandidatnya, dan juga mereka akan kritis dalam menagih hak-haknya. Di sisi lain para calon yang kalah mau menerima kekalahan secara ikhlas. Begitu pula para pendukungnya dengan terbuka patuh kepada pemenang dengan mengakui hak mereka untuk berkuasa. Penerimaan semacam ini merupakan penopang sistem politik yang stabil bagi bangsa Indonesia. Jadi apabila saat ini masih ada sengketa dalam sebuah pilkada, itu adalah sesuatu yang wajar dalam proses pendewasaan demokrasi dan tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak melaksanakan pemilihan kepala daerah secara langsung.
Demokrasi memang tidak sederhana karena demokrasi membutuhkan proses panjang, memerlukan keinginan teguh, dan tentunya akan ada pengorbanan materi.

Irfan Jaya

Jaringan Suara Indonesia (research & political consultant)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun