Mohon tunggu...
Irfan Jaya
Irfan Jaya Mohon Tunggu... -

Manusia biasa yang sementara belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisah Kuda dan Orang-orangan Sawah

13 September 2014   21:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:47 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di suatu pagi yang cerah, dimana matahari baru saja menyinari bumi. Buliran embun di ujung semak masih terlihat segar. Kerbau masih bermalas-malasan di bawah pohon beringin. Bahkan masih ada ayam yang berkokok karena bangun kesiangan.

Pagi cerah mestinya melahirkan keindahan yang bermuara pada kebahagiaan dirusak oleh pertikaian antara kuda dan orang-orangan sawah. Bermula dari sindir menyindir. Saling adu pengaruh merebut simpati pada manusia, tumbuhan, dan sesama binatang. Hingga pagi itu sudah tak tertahankan hingga berakhir sebuah pertengkaran hebat.

Kuda marah pada orang-orangan yang makin lama makin tak tahu diri. Burung dan belalang menyayangi orang-orangan karena menjadi tempat bertengger atau beristrahat saat mencari makan di tengah sawah. Manusia menyayanginya karena dianggap berjasa menakut-nakuti burung sehingga panen padi melimpah berkat berkurangnya burung yang memakan padi. Padi pun bergembira karena keberadaan orang-orangan di tengah sawah membuat tidak sepi.

Kuda protes dan marah karena merasa berjasa pada orang-orangan. Atas usulan kuda, manusia menerima ide memasang orang-orangan di tengah sawah sebagai alat untuk menakuti burung yang dianggap hama. Wajar saja kuda dipercaya karena selama ini dekat dan banyak berjasa pada manusia.

Namun jasa kuda tidak lagi diingat oleh orang-orangan karena sebagian besar mahluk sekitar persawahan terlanjur mengeluk-elukannya. Sudah terlanjur jatuh cinta. Dan sudah terlanjur menjadi penggemar fanatik. Bahkan cara suka itu sudah berangsur menjadi penyembahan berhala. Hal inilah yang membuat kuda berang. Apalagi sang kuda memang memiliki bakat tempramental.

Agar perselisihan tidak semakin membesar, maka gajah sebagai hewan yang paling bijaksana dipanggil untuk menjadi penengah. Elang yang mampu terbang tinggi dan cepat bertugas memanggil gajah. Gajah yang diharapkan bisa tegas dan memberi solusi yang baik untuk semua pihak.

Sembari menunggu kedatangan gajah dan elang, berkumpul berbagai mahluk hidup yang diantaranya ada kuda dan orang-orangan. Ular melilit kaki kuda agar tidak bisa menendang orang-orangan. Sementara monyet memeluk orang-orangan dan menutup mulutnya agar tidak tertawa yang mengandung unsur ejekan.

Sekelompok katak melompat dari pematang sawah ke genangan air karena hampir saja terinjak oleh sapi. Jangkrik yang melihat kejadian itu tertawa terbahak-bahak. Sementara kura-kura hanya tersenyum dan kembali menyembunyikan kepala di bawah punggungnya.

Tak lama kemudian terdengar lengkingan elang dan deru suara tapak kaki gajah yang berlari. Kadal, berang-berang, kucing, dan tikus mendongakkan kepala mencari arah kedatangan gajah. Tak lama kemudian yang ditunggu-tunggu muncul dari arah timur. Arah terbitnya matahari.

Singkat cerita, burung nuri dengan cerewetnya menjelaskan persoalan yang terjadi antara kuda dan orang-orangan. Lalu gajah minta waktu sejenak untuk beristrahat dan memikirkan jalan keluarnya. Sejurus muncul tupai membawakan sebiji kelapa hijau untuk melepaskan dahaga gajah hang baru saja menempuh perjalanan jauh.

Setelah melepas lelah dan berpikir, gajah kembali ke kerumunan berbagai mahluk yang berkumpul di sekeliling kuda dan orang-orangan. Sejenak suasana menjadi hening. Bahkan angin pun tak bergerak karena takut suaranya mengganggu suara gajah. Termasuk anjing yang dari tadi menyalak memasukkan lidah ke dalam mulutnya.

Gajah memutuskan agar kuda dan orang-orangan berlomba lari. Dimulai dari seberang sungai sebelah selatan mereka berkumpul dan berakhir di ujung utara bumi. Aturannya adalah kuda dan orang-orangan boleh mengikut sertakan satu teman pendamping. Siapa yang terlebih dahulu sampai di ujung utara bumi jadi pemenang. Sementara yang kalah harus tunduk dan patuh pada pemenang.

Keputusan gajah sontak membuat protes seluruh mahluk yang menjadi pendukung orang-orangan. Bukankah orang-orangan tidak bisa berlari?. Badannya kurus dan bahkan hanya bisa bergerak jika ada angin yang menerpa atau ada binatang yang membantu menggerakkannya.

Sementara kuda dan beberapa temannya seperti kutu, belatung, dan kupu-kupu tersenyum dengan usul gajah. Mereka yakin kuda akan menjadi pemenang. Kuda memiliki otot kuat dan memiliki nafas yang panjang. Segala hal yang menjadi penunjang berlari dimiliki oleh kuda.

Orang-orangan mengerti kerisauan sahabat-sahabatnya. Dengan penuh percaya diri sambil cengengesan, orang-orangan mengatakan siap menerima tantangan tersebut. Sementara kuda dengan gagah berani juga menerima tantangan yang dibuat gajah.

Gajah lalu memutuskan agar perlombaan dimulai besok pagi. Masing-masing pihak dipersilahkan mempersiapkan diri. Aturannya, selama persiapan tidak diperbolehkan saling menghina. Semua harus tenang mempersiapkan diri hingga pada hari yang telah ditentukan.

Setelah mendengarkan penjelasan gajah. Semua pulang dengan tertib. Termasuk kuda yang kembali membajak sawah dan orang-orangan yang dibantu oleh monyet kembali ke tengah sawah.

Meski sudah diingatkan untuk tidak saling menghina. Namun sindir menyindir tidak terelakkan. Kuda menyindir dengan nyanyian tentang anjing yang tidak tahu berterimakasih pada orang yang menolongnya saat terjepit. Sementara orang-orangan melafalkan puisi tentang kisah kuda yang pernah membunuh sekelompok katak.

Tak terasa siang mulai berganti malam. Kampret mulai keluar dari persembunyiannya. Bunyi jangkrik terdengar bersahut-sahutan. Bulan menyinari kegelapan malam tanpa bertanya dari mana asalmu, apa agamamu, dan apa sukumu.

Malam yang tenang kecuali suara serangga malam yang tak bosan bernyanyi. Malam yang ideal untuk beristrahat. Apalagi kuda dan orang-orangan yang besoknya akan bertanding. Namun di balik kabut malam, ternyata dua kubuh yang akan berlomba mengadakan rapat persiapan.

Mereka bermusyawarah untuk menentukan siapa yang akan menjadi pendamping dalam lomba. Tak ketinggalan kedua kubuh meminta bantuan mahluk gaib dan arwah-arwah gentayangan. Kuda meminta bantuan monster lumpur yang terkenal kehebatannya seantero negeri. Sementara orang-orangan dibantu oleh hantu nenek-nenek yang terkenal dengan nama mak lampir. Dupa dibakar dan jampi-jampi ditiupkan ke wajah mereka. Setelah proses jampi-jampi, semua kembali beristrahat. Kecuali kuda dan orang-orangan yang tidak bisa memejamkan mata.

Waktu yang telah ditunggu telah tiba. Pagi sudah mulai tersenyum. Semua mata tertuju ke sungai sebelah selatan pohon beringin yang terkenal angker. Di seberang sungai bersiap-siap kuda dan orang-orangan beserta masing-masing satu ekor binatang yang akan menemaninya dalam perjalanan. Di atas punggung kuda, duduk seekor musang dengan bulu yang berwarna putih. Sementara seekor monyet tua renta memanggul orang-orangan.

Gajah yang membuat aturan dan gajah pula yang memberi aba-aba ke pihak bertikai untuk segera memulai perlombaan. Kuda dengan gesit menerjang air sungai dan tak mau kalah monyet melompat ke air dan berenang sambil memanggul orang-orangan. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di daratan dan mulai berlari menelusuri pematang sawah.

Sorak dukungan mulai terdengar memekakkan seisi dunia. Kuda berlari kencang yang di atas pundaknya duduk musang berbulu putih dan di belakangnya menyusul orang-orangan bersama si monyet tua. Awalnya kuda berada di depan. Namun di tengah perjalanan, datang angin kencang yang mampu menerbangkan benda-benda ringan. Sehingga kuda hanya bisa mendongak ke atas melihat monyet dan orang-orangan terbang mendahuluinya.

Kuda dan musang hanya bisa marah dan kesal karena lawannya diuntungkan oleh kebodohan angin. Tidak masuk akal mereka dikalahkan oleh orang-orangan dan seekor monyet tua. Namun apa daya, angin makin jauh membawa lawannya ke ujung utara bumi. Hingga pada akhirnya kuda dan musang kalah.

Kuda mengadu kedua gigi ompongnya pertanda dia marah. Musang berbulu putih hanya bisa terdiam tidak percaya. Mereka kesal dengan apa yang dialaminya. Mereka tidak bisa terima kemenangan lawannya.

Sementara di ujung utara bumi terdengar suara teriakan. Pendukung orang-orangan tertawa gembira sambil sekali-kali meledek pendukung kuda. Namun lama-kelamaan suara orang-orangan dan monyet berubah menjadi jeritan dan tangisan. Rupanya di ujung bumi ini adalah jurang yang sangat dalam. Keduanya terperosok dalam jurang yang tak satu mahluk dunia bisa menolongnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun