Dalam lima bulan terakhir ini ditahun 2024 yaitu sejak Mei hingga September, Indonesia telah mengalami fenomena ekonomi yang tidak biasa yaitu deflasi. Secara umum pengertian deflasi adalah penurunan harga barang yang terjadi pada periode tertentu dan berlaku untuk waktu yang lama (Nizamuddin, 2023). Deflasi terjadi ketika tingkat harga barang dan jasa turun secara berturut-turut yang mengindikasikan penurunan permintaan konsumen. Meskipun inflasi sering kali dianggap sebagai masalah utama yang harus dihindari, tetapi nyatanya deflasi juga memiliki dampak negatif yang serius bagi perekonomian. Situasi ini dapat menimbulkan kekhawatiran jika tidak ditangani dengan kebijakan yang tepat.
Terlalu banyak inflasi dan deflasi pada suatu negara dapat menimbulkan resesi ekonomi (Yudhistira, 2023). Tentu saja ini akan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia. Resesi pada ilmu ekonomi makro resesi atau yang sering disebut dengan kemerosotan merupakan Produk Domestik Bruto atau GDP menurun ketika pertumbuhan ekonomi memiliki nilai negatif selama dua kuartal lebih, atau di dalam satu tahun (Indiani, 2023). Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan deflasi di Indonesia terutama selama lima bulan terakhir. Faktor pertama adalah penurunan daya beli masyarakat. Pandemi COVID-19 memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian. Meskipun berbagai langkah pemulihan telah dilakukan banyak masyarakat masih merasakan dampaknya. Pengurangan pendapatan, pemutusan hubungan kerja, serta ketidakpastian ekonomi global membuat konsumen lebih berhati-hati dalam membelanjakan uang mereka. Ketika permintaan konsumen menurun harga barang dan jasa cenderung ikut menurun.
Selain itu sektor ekspor Indonesia juga menghadapi tantangan. Penurunan harga komoditas global dan melemahnya permintaan dari negara-negara mitra dagang utama seperti China dan Amerika Serikat telah berkontribusi pada lemahnya perekonomian. Produk-produk utama Indonesia seperti kelapa sawit, batu bara, dan karet mengalami penurunan harga yang berdampak langsung pada penerimaan negara serta pendapatan perusahaan dan petani lokal.
Kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia (BI) juga berpengaruh. BI yang selama ini berfokus pada pengendalian inflasi kini dihadapkan pada tantangan baru. Kebijakan suku bunga rendah yang diterapkan untuk mendorong konsumsi belum sepenuhnya efektif dalam meningkatkan permintaan agregat. Konsumen masih enggan berbelanja karena ketidakpastian ekonomi dan kekhawatiran terhadap masa depan.
Salah satu dampak paling langsung dari deflasi adalah peningkatan beban utang. Ketika harga barang dan jasa turun nilai uang relatif meningkat sehingga pembayaran utang menjadi lebih mahal. Baik pemerintah, perusahaan, maupun individu yang memiliki utang dalam jumlah besar akan kesulitan dalam memenuhi kewajibannya terutama jika pendapatan mereka tidak meningkat seiring dengan beban utang yang membesar.
Selain itu deflasi juga dapat menyebabkan penundaan konsumsi. Ketika harga terus menurun konsumen cenderung menunda pembelian barang dengan harapan harga akan turun lebih jauh di masa mendatang. Ini menyebabkan penurunan permintaan lebih lanjut yang kemudian memperdalam siklus deflasi. Dalam jangka panjang hal ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi karena sektor swasta akan kesulitan untuk menghasilkan pendapatan dan keuntungan yang memadai.
Dari sisi lapangan kerja perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan akibat deflasi cenderung mengurangi biaya produksi yang sering kali  melakukan pemotongan tenaga kerja atau membatasi upah pekerja. Ini akan memperburuk situasi ekonomi karena tingkat pengangguran meningkat dan daya beli masyarakat semakin tertekan.
Untuk mengatasi masalah deflasi ini pemerintah Indonesia harus segera mengambil tindakan yang terarah. Pertama kebijakan fiskal yang lebih ekspansif diperlukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Program bantuan sosial dan stimulus ekonomi perlu diperluas untuk mendorong konsumsi. Pengeluaran pemerintah untuk proyek-proyek infrastruktur juga dapat membantu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan permintaan agregat. Permintaan agregat adalah keseluruhan permintaan terhadap barang & jasa oleh pengguna dalam ekonomi (Huzain, 2022).
Di sisi moneter Bank Indonesia dapat mempertimbangkan untuk melonggarkan kebijakan moneternya lebih lanjut. Meskipun suku bunga saat ini sudah rendah, langkah-langkah seperti pelonggaran kuantitatif atau intervensi langsung dalam pasar keuangan dapat dipertimbangkan. Selain itu memastikan bahwa kredit murah tersedia bagi sektor usaha kecil dan menengah (UKM) dapat membantu menjaga kelangsungan usaha dan menghindari kebangkrutan massal. Pemerintah juga perlu fokus pada upaya peningkatan ekspor dengan memperluas pasar dan mendorong penguatan produk ekspor. Kebijakan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional baik melalui peningkatan kualitas maupun pengurangan biaya produksi harus diprioritaskan.
Deflasi yang dialami Indonesia selama lima bulan terakhir merupakan tantangan serius yang memerlukan perhatian segera dari pemerintah dan Bank Indonesia. Jika tidak ditangani dengan baik deflasi dapat memperburuk keadaan ekonomi, meningkatkan beban utang, dan menyebabkan penurunan konsumsi serta investasi. Oleh karena itu kebijakan fiskal dan moneter yang tepat harus segera diterapkan untuk meningkatkan permintaan agregat, mendorong konsumsi, serta menjaga stabilitas ekonomi. Pemulihan ekonomi yang berkelanjutan akan sangat bergantung pada seberapa cepat dan efektif kebijakan ini dapat diimplementasikan.