Mohon tunggu...
Irfan Hidayat
Irfan Hidayat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Personal blog kompasiana

Seseorang yang ingin bermanfaat bagi banyak orang dengan menulis dan berbagi. Beragama Islam yang proporsional dalam berkeadilan kepada siapapun dengan azas saling hormat dan ksatria. Belajar ilmu bahasa, politik, keislaman, lintas iman, enterpreneurship dan sosial kemasyarakatan. Senang berdiskusi berbagai tema dengan semua golongan dan menjalani prinsip hidup mulia hingga kelak syahid di jalan Islam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Secuil Rasa Cinta Sejati

11 Juli 2012   17:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:03 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Mas serius ingin nikah denganku?" Tanyaku pada lelaki yang baru mengutarakan niatnya itu setelah beberapa lama kami saling kenal. "Ya dek. Aku serius! Itu alasan kemarin kau kukenalkan ke papa dan mama saat mereka baru pulang dari amerika setelah sebulan di sana." Begitu jawabnya. "Mas sudah tahu siapa aku?" "Kamu perempuan tercantik dan pintar yang pantas jadi istriku, dek. Kita sederajat, sama-sama S2 lagi.Sekufu..." "Bukan, bukan itu pertanyaanku. Apa mas sudah kenal orang tuaku?" "Maksudmu?" "Kedua orang tuaku pedagang, mas." "Bagus! Papaku juga pedagang. Pedagang permata kelas dunia malah." Jawab laki-laki itu dengan bangga. Jawabnya barusan membuatku merasa agak eneg, tapi aku menahan diri untuk tidak terlalu menanggapinya. "Orang tuaku pedagang di pasar, mas. Di emperan pasar kramat jati. Mereka pedagang jangkrik dan undur-undur, mas. Apa papa dan mamamu bisa menerima duduk bersanding sederajat dengan ayah ibuku di pernikahan kita dengan disaksikan orang-orang yang mereka hormati? Apa mereka bisa? Ikhlas?" Lelaki itu mendadak terdiam. Terkejut lalu tertunduk. Dan sudah lama aku siap dengan resiko apapun yang memang harus aku katakan pada siapapun yang serius mencintai dan ingin jadi suamiku. Aku melihat gundah di wajahnya, terlihat dari sudut matanya, kubaca pikiran dan perasaannya sedang bertarung antara memenangkan rasa cintanya padaku atau mengalah pada ego papa dan mamanya seandainya mereka merasa lebih mulia derajatnya untuk duduk sejajar dengan orang tuaku di pernikahan kami. Aku tidak takut andai tidak bersanding dengan laki-laki ini. Aku tetap hanya punya secuil rasa cinta kepadanya. Secukupnya. Dan aku percaya, laki-laki yang lebih pantas mempersuntingku adalah yang tulus menghormati orang tuaku karena Allah, sebab karena keringat dan cinta mereka aku bisa seperti hari ini. story by Irfan Hidayat 08022012 - Sebab Hidup Adalah Cinta [caption id="" align="alignnone" width="298" caption="penjual undur-undur"][/caption] inspired and image by http://www.klikunic.com/2010/04/pedagang-undur-undur-ini-berhasil.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun