Mohon tunggu...
Irfan Hamonangan Tarihoran
Irfan Hamonangan Tarihoran Mohon Tunggu... Penulis - Dosen

Menulis karya fiksi dan mengkaji fenomena bahasa memunculkan kenikmatan tersendiri apalagi jika tulisan itu mampu berkontribusi pada peningkatan literasi masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Menyorot Multitafsir Ceramah Ustadz Adi Hidayat dari Sudut Pandang Linguistik

7 Mei 2024   21:23 Diperbarui: 8 Mei 2024   20:42 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Pinterest.com

Tulisan ini bukan untuk melakukan pembelaan terhadap UAH. Ini hanya untuk menyampaikan bahwa tidak ada penerjemahan yang sempurna (Nida, 1964). Jika tidak ada yang sempurna, kemungkinan perbedaan dalam penafsiran itu sah-sah saja. 

Oleh karena itu, tidak perlu saling menghujat dan merendahkan seseorang atau kelompok tertentu hanya untuk menunjukkan bahwa apa yang disampaikan itu sempurna.

Sesuatu objek yang berada dalam pikiran seseorang merupakan referring expression. Bisa jadi apa objek yang sedang dibicarakan oleh orang itu berbeda dengan apa yang didengar, maka referring expressionnya juga berbeda. 

Lain hal dengan referent yaitu objek yang memiliki kosakata dan objek itu ada di dunia. Dalam komunikasi, terjadinya salah paham salah satunya adalah karena posisi referent dan referring expression bertukar. 

Apa objek yang dipikirkan pembicara belum tentu sama dengan pendengar. Untuk memiliki referring expression yang sama tentu harus menyesuaikan siapa target yang diajak bicara. Di samping itu, penegasan definisi juga perlu diperjelas dan dipahami bersama  agar tidak bias. 

Kendalanya adalah jika pendengar tidak ikut hadir dalam kegiatan yang berlangsung. Kemungkinan  referent yang ditangkap adalah musik yang tidak menjadi referring expressionnya pembicara. Apalagi jika video ceramah diedit dan dipotong maka konteks tidak akan sinkron dengan makna literal yang disampaikan.

Makna literal tak bisa dijauhkan dari konteks. Konteks dapat mengubah sense dari makna yang dituju. Sebagai contoh kata 'bereskan' di dunia pendidikan bisa bermakna merapikan apa yang masih berantakan. Tapi dalam konteks dunia militer, makna kata tersebut bisa bertendensi pada penangkapan atau pembasmian.

Dalam video penuh disampaikan bahwa UAH menjabarkan gambaran syair yang diharamkan pada zaman nabi dulu dan menerangkan pendapat sebagian ahli tafsir yang menghalalkan. Walaupun sebagian besar menetapkan bahwa musik itu haram, kata syair berada dalam sense makna tertentu, dimana bercampurnya kegiatan-kegiatan maksiat seperti minuman keras dan perzinahan pada zaman itu.

UAH juga tidak mengatakan bahwa musik itu halal. Jika ada yang menganggap bahwa kesalahan UAH adalah tidak menegaskan pendapat mayoritas ulama condong pada haramnya musik, itu karena konteksnya berbeda dalam video yang dipermasalahkan. 

Pernyataan tersebut berada dalam suatu pengkajian bukan pengajian jadi memang dihadiri oleh para ulama dan cendekiawan bukan orang awam. Masalah muncul bukan pada saat pengkajian melainkan setelah disebar ke media sosial sehingga mendapatkan tanggapan berbeda.

Jika ada konteks maka ada juga namanya makna kontekstual dimana makna ini muncul di luar makna literal. Anggap saja ada seorang anak yang ingin meminum saos dari botol kemudian orang di dekatnya berteriak,"pedas!" Makna pedas itu bukan sekadar deklarasi bahwa botol tersebut berisi cabai. Makna kontekstual yang dimunculkan adalah bentuk pelarangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun