Saya ingin mengajak kalian tuk berpartisipasi menilai letak kekurangan telitian sebuah lembaga Pemilihan umum yang ada diindonesia yang namanya KPU. Terlepas dari siapa yang menang ataupun kalah,Mau Prabowo ataupun jokowi,Pemilu umum di Indonesia saya pikir adalah pemilihan umum yang Fenomenal,kenapa saya katakan demikian ? jawabnya karna ini head to head,pemikiran Rakyat di belah menjadi dua bagian. Bahkan media masa,media cetak,dan televisi pun udah meninggalkan sisi yang namanya kejurnalistikannya,mereka pun habis-habisan memberitakan keunggulan-keunggulan pilihan mereka,terlepas dari rating yang mereka dapat. Ada yang bilang media cetak,detik,tempo,media tv,Metro,Rcti,Sctv,tv one dll itu kredibel,tapi nyatanya juga keliatan keberpihakannya,bahkan satu sama yang lainnya juga saling memilintir bahasa dari masing-masing timses yang bersaing. Dan lembaga survei quickcount pun juga terbelah dalam hasil hitungan akhir mereka masing-masing,terlepas dari sampel yang mereka dapat. Para pengamat politik pun demikian,bahkan mereka juga yang mengidolakan salah satu pasangan yang bersaing,pola pikirnya tidak netral lagi,sehingga menghasilkan analisis yang timpang. Tidak saja antara kubu Prabowo vs kubu jokowi,bahkan didalam rumah tangga pun ikut terbelah, sang istri memilih jokowi dan suami memilih Prabowo,bahkan sampai saling musuh-musuhan,padahal mereka sendiri tidak begitu kenal sama yang namanya Prabowo ataupun jokowi. Terlepas dari agenda kampanye yang mereka jual,baik itu black campaign,negative campaign,fositif campaign,bagi saya itu sah-sah saja,dan tidak ada yang perlu dipermasalahkan,logikanya cukup sampai dipercaya ataupun tidak dipercaya. Tidak perlulah kita merasa di pojokan ataupun difitnah,karena masyarakat saya rasa sudah bisa membedakan mana yang masuk akal maupun tidak,apalagi sampai melaporkan hal tersebut ke kepolisian,walaupun memang di atur di dalam perundangan. Mau menang ataupun kalah nantinya,itu semua akan diputuskan di sidang pengadilan Mahkama Konstitusi,kita cukup menunggu dan mendoakan sidang tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan lancar serta menghasilkan sebuah keputusan yang adil,jujur,bermartabat yang berlandasakan UUD 45 dan Pancasila. Sekarang mari kita masuk ke dalam pembahasan yang namanya : KEPENDUDUKAN. Menurut Badan Pusat statistik (BPS) Penduduk di Indonesia pada tahun 2010 mencapai kisaran 238.518.800 jiwa,dan ditahun 2015 mencapai kisaran 255.461.700 jiwa,berati bisa kita ambil kesimpulan pertambahan penduduk pertahunnya 3.338.580,dan jumlah penduduk ditahun 2014 adalah kisaran 252.073.120 jiwa.Dari jumlah 252.073.120 ini kita kurangi dengan jumlah penduduk yang dibawah 17 tahun dengan asumsi 1 rumah tangga terdiri (bapak,ibu,1 org anak usia 17th,dan 2 orang anak usia dibawah 17 tahun),berati kita dapatkan angka 3/5= 60%.Maka jumlah penduduk yang diatas 17 tahun adalah 60% x 252.073.120 = 151.243.872 (belum dikurangi jumlah TNI/POLRI yang tidak mempunyai hak pilih) Sedangkan menurut data yang kita terima dari KPU,jumlah DPT Pilpres adalah 188.461.971 ,berati bisa dikatakan terdapat pembengkakan jumlah surat suara sebesar 37.218.099,walaupun UU telah mengatur bahwa KPU tidak boleh diintervensi. Sekarang mari kita lihat hasil dari PILPRES 2014 yang diumumkan KPU,yang mana perolehan jumlah surat suara yang sah didalam negeri hanyalah berjumlah 132.896.438.Kita lihat juga DPT PILEG 2014 kisaran 185 jt an suara,cek surat suara sah,hanya berkisar di 124,9 jt an suara. Jika data BPS yang menjadi rujukan maka terdapat selisih suara yang tidak signifikan,bisa dikatakan suara tidak sah ataupun golput yaitu (151.243.872 - 132.896.438) = sebesar 18.347.434 suara. Jika data DPT KPU yang menjadi rujukan maka terdapat selisih suara yang begitu mencolok yaitu (188.461.971 - 132.896.438) = sebesar 55.565.533 suara. Apakah layak dikatakan, jumlah surat suara 55.565.533 keseluruhannya adalah hasil surat suara yang tidak sah/rusak,suara GOLPUT,dan suara DPT luar negeri? Apakah UU yang mengatur KPU tidak boleh diintervensi,harus direvisi kembali ?Hal tersebut diatas sangat memalukan sekali,dan merusak demokrasi yang ada di Indonesia,karena terdapat selisih suara yang sangat mencolok. Dan yang lebih parah lagi,salah satu pasangan yang terpilih telah melakukan penggiringan opini merekalah pemenangnya,sehingga nantinya jika mereka yang merasa menang akan dinyatakan kalah di Mahkama Konstitusi,bagaimana dengan Presiden terpilih beserta para pendukungnya,apakah mereka mau menerima kekalahannya atau sebaliknya? Wallahu alam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H