Peran Organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU) dalam Perdamaian Konflik Islam Minoritas di Kawasan Asia Tenggara
Pada awal perkembangan Islam di dunia, istilah Islam minoritas tidak muncul, sekarang tidak hanya minoritas Muslim, tetapi bagi pemeluk agama apa pun yang tinggal di negara Islam seperti Kristen, itu dulu tidak disebut. sebagai istilah minoritas. Nashih Nasrullah sebagaimana dikutip Harian Republika versi 14 Mei 2018 menyatakan bahwa titik waktu minoritas mulai dipopulerkan dengan menggunakan negara-negara barat sekitar abad XV Masehi. Orang Prancis menamakannya dengan istilah minoritas untuk menggambarkan kelompok-kelompok kecil, terutama yang berbeda agama, yang hidup dalam masyarakat mayoritas. Penyebutan minoritas melalui negara-negara kolonial barat, khususnya Muslim, lebih merupakan realitas empiris dengan hanya melihat sejumlah kecil Muslim yang tinggal di negara-negara non-Muslim.
Bangsa-bangsa Barat melihat umat Islam sebagai sebuah lingkungan yang memang terfragmentasi oleh batas-batas wilayah dan lain-lain, namun secara konseptual Islam tidak memahami Islam Arab, Islam Afrika, Islam Eropa, termasuk Islam Nusantara di Indonesia. Terlepas dari derajat konsepsi yang mendidik, aktualitas kontemporer menunjukkan bahwa umat Islam memang hidup terkotak-kotak dan membidik dalam lingkup positif nasionalisme. Kondisi ini pernah diawali dengan meredupnya pengaruh Islam dalam politik dunia. Islam yang dulunya dipahami sebagai sistem pengajaran yang lazim, kini berangsur-angsur berubah menjadi pendidikan yang hanya berbicara tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan. Islam yang disalah pahami telah berdampak serius pada agama dan umat Islam itu sendiri. Islam dan manusianya seringkali dianggap sebagai penghambat tumbuhnya peradaban suatu bangsa sehingga seringkali diperlakukan tidak adil oleh masyarakat dunia.
Menurut catatan PBB yang dilansir Harian Republika, ada lebih dari 550 juta Muslim yang hidup sebagai warga minoritas di berbagai negara non-Muslim di dunia. Jumlah ini adalah 1/3 dari total populasi Muslim di dunia. Beragamnya umat Islam yang tidak sedikit itu idealnya dapat berdampak besar terhadap kondisi sosial, budaya, keuangan dan politik dunia. Namun, karena umat Islam ini hidup dalam keterbatasan nasionalisme atau bahkan kedaerahan yang tipis, identitas mereka sebagai khaira ummah tidak dapat ditampilkan. Lebih menyedihkan lagi, hanya untuk membela diri dari upaya diskriminatif dan ketidakadilan penguasa tidak lagi dalam posisi yang baik.
Nahdlatul Ulama(NU) merupakan sebuah organisasi islam terbesar di dunia, sudah barang tentu memiliki peran yang sangat penting bukan hanya di Indonesia NU menunjukan sikap dan menawarkan ajaran islam yang ramah dengan semboyan terkenalnya islam rahmatan lil alamin, NU banyak menggunakan perannya dalam segala bidang ekonomi umat, politik, kebudayann, bahkan diplomasi dan ikut menggemakan nilai-nilai perdamaian di dunia, NU Â banyak melakukan peran diplomasi terhadap mereka saudara seiman yang tertindas atas nama penjajahan atau apapun alasannya.
Oleh karena itu, posisi ormas Islam ditantang untuk mengambil bagian dalam berkolaborasi memecahkan masalah umat Islam di kawasan Asia Tenggara, misalnya. Salah satu perusahaan non sekuler yang menjalankan fungsi penting dalam gaya hidup sosial politik Indonesia adalah Nahdlatul Ulama (NU). Sejak awal, NU telah mencoba untuk mengambil bagian dalam diplomasi di ranah hubungan dunia melalui pengiriman delegasi Komite Hijaz ke pemerintah Arab Saudi untuk tujuan memastikan toleransi dalam praktik keagamaan. Bagaimana diplomasi berkembang dengan bantuan NU dalam menghadapi berbagai masalah yang mengancam keamanan dunia, baik dari segi prinsip maupun praktik.
Ulama NU diundang dengan bantuan Perdana Menteri Thaksin dan Raja Thailand untuk menjembatani kesenjangan antara pemerintah Thailand dan Muslim Patani. Kehadiran NU pertama kali diadakan pada Maret-April 2005 dan diakuisisi oleh Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra, Raja Thailand Bhumibol Adulyadej dan pejabat tinggi lainnya. Kunjungan kedua pernah dilakukan pada 11-12 September 2006. Misi NU saat itu adalah memberikan izin masuk kepada pemerintah Thailand untuk menyelesaikan konflik di tiga provinsi di Thailand Selatan, yaitu Yala, Pattani, dan Narathiwat yang mayoritas penduduknya beragama Islam. NU juga turut serta menyampaikan aspirasi kepada pemerintah Indonesia mengenai berbagai persoalan hubungan global yang sedang berlangsung. Dalam kasus Muslim Rohingya di Myanmar, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengungkapkan situasinya dan memohon kepada pemerintah untuk mengambil jalur diplomasi untuk membantu mengungkap permasalahan yang melibatkan hampir satu juta warga Rohingya. bisa disebut unik/khas. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa ada pandangan yang sama antara dunia Islam dan sebagian masyarakat Barat dalam menyikapinya. Jika hampir semua umat Islam melihatnya sebagai penghinaan, maka sebagian masyarakat Barat tentu melihatnya dalam konteks kebebasan berekspresi.
Di tingkat global, standar-standar ini juga menginformasikan posisi energik yang sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Nahdlatul Ulama (NU) tampil di kancah internasional dengan mengkampanyekan Islam rahmatan lil alamin. Yang berarti rahmat bagi dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H