Pandemic Coronavirus Disease 2019 atau yang sering disebut COVID-19 telah mengguncang seluruh dunia salah satu korbannya juga adalah negeri tercinta, bukan hanya menimbulkan darurat kesehatan masyarakat namun juga mendatangkan  berbagai polemik-polemik dari golongan masyarakat kelas bawah maupun kelas atas, atau mungkin lebih enak disebut dengan kelas elite saja yaa. Tetapi disini penulis berusaha memotret salah  satu polemik terkait pembahasan rancangan undang-undang Omnimbus Law ditengah pandemik.
Lagi-lagi polemik dinegeri ini muncul dari parlemen senayan Jakarta, yaa sudah bisa kita tebak bersama pasti dari para wakil rakyat. Bagaimana tidak, belakangan ini kebanyakan  isu-isu yang muncul dari gedung parlemen senayan bukan terkait dengan corona. Sedangkan bisa kita lihat parlemen-parlemen di negara seluruh dunia sedang fokus perang melawan corona. Hal ini sudah pasti mengundang kecurigaan rakyat atau masyarakat,  yang sebelumnya pernah ditunda pembahasannya.
Salah satu contohnya yaitu kini DPR tengah mendidih terkait RUU Omnimbus Law di gedung senayan, yang menimbulkan kekecewaan masyarakat karena ketidak etisan para elit mengambil keputusan pembahasan RUU ini. Dalam kondisi seperti saat ini akan sangat tidak efektif sekali di situasi seperti sekarang  dimana orang-orang lebih fokus untuk bisa bertahan hidup di tengah wabah, kok bisa-bisanya DPR membahasnya di saat krisis seperti ini, dan yang akan muncul di benak masyarakat apakah DPR sedang dikejar setoran?.
RUU Omnimbus Law yang ingin menggabungkan seluruh regulasi-regulasi yang sering ditemui timpang tindih dan memotong birokrasi yang sering digembor-gemborkan oleh bapak Presiden Joko Widodo dari 2507 pasal disulap menjadi 174 pasal ini merupakan  satu upaya agar menarik para investor untuk menanamkan modalnya, Sehingga bisa mendongkrak perekonomian bangsa, dari seluruh pasal yang sebanyak ini tentu harus didalami terlebih dahulu dengan seksama.
Tidak ada undang-undang yang tidak penting, Semua undang-undang itu sangat penting, karena menyangkut hajat kehidupan orang banyak mengatur seseorang dari bangun tidur smpai tidur kembali. Justru karena undang-undang itu penting sangat aneh jika diseriusi diwaktu seperti sekarang.
Negara Indonesia adalah merupakan penganut sistem Negara demokrasi maka dari itu setiap kebijakan- kebijakan yang menghasilkan kebijkan publik (Public policy) harus melewati serangkaian proses yang panjang untuk menciptakan produk-produk hukum yang mengatur  kehidupan rakyat dalam berbangsa dan bernegara.
 Jikalau kita analisis menggunakan teori demokrasi deleberatif  Jurgen Hubermas maengatakan bahwa setiap  kebijkan publik itu harus melewati  proses yang diawali dari konsultasi public (Diskursus Public), seyogyanya sih dilakukan pada saat proses pembentukannya, penulis mengambil contoh misalnya terkait RUU Omnimbus Law yang banyak ditolak oleh kaum buruh pada satu bulan yang lalu karena dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek kesejahteraan buruh. Dalam kasus ini kan berarti ada proses yang dilewatkan oleh pemerintah sehingga memicu kekacauan publik yang diakibatkan kebijkan ini.
 Menurut Reiner Forst ia mengungkapkan bahwa demokrasi deleberatif bukan hanya soal jumlah kehendak peeseorangan dan juga bukan juga soal kehendak umum yang dijadikan sumber pembenaran (legitimasi), melaikan suatu proses pembentukan kebijakan politis yang selalu terbuka terhadap revisi secara deleberitatif dan diskursif argumentatif.
jiakalau Negara mau benar-benar menerapkan konsep untuk saling memahami antara   Negara, investor dan buruh agar kepentingan bersama terpenuhi, Negara dapat meningkatkan laju ekonomi, investor mendapat keuntungan yang lebih maksimal ketika kinerj baik dari buruh yang terpenuhi kesejahteraannya. Konsep ini akan membentuk keadilan bagi setiap pihak terkait.
Jadi balik lagi dari seluruh yang penulis bicarakan itu sepertinya sangat tidak efektif ketika diseriusi pada disaat krisis seperti ini yang di mana semua orang tengah  fokus  memikirkan bagaimana bisa bertahan hidup di tengah ancaman virus yang belum ditemukan vaksinnya ini. Jikalau proses diskurus publik tidak dilakukan pada saat pembentukan suatu kebijakan maka sangat mungkin produk-produk hukumnya pun berpotensi cacat karena tidak memenuhi ketentuan.
Potret polemik ini akan membentuk opini publik bahwa tuan dan puan DPR tidak menjadikan perang melawan Corona sebagai prioritas, penulis percaya bahwa setiap tindakan dan keputusan disaat krisis seperti ini mencerminkan skala prioritaslah yang digunakan. Apa emang inikah prioritas wakil-wakil rakyat pada saat ini?.