Mohon tunggu...
Irfan Fadila
Irfan Fadila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mencoba menjadi pewaris peradaban

Mahasiswa Ilmu Politik yang gaterlalu politik. Menyukai sepak bola, musik rock, dan pantai

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi dari Rakyat Kecil: Manusia Sombong

14 Januari 2022   13:40 Diperbarui: 14 Januari 2022   13:57 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Manusia Sombong

Dari tanah akan kembali ke tanah namun mengapa kau memiliki sifat langit
Dari rakyat akan mewakili rakyat namun mengapa kau memiliki sifat elit
Betapa rendah hatinya dirimu di kontestasi pemilu
Ternyata itu hanya angin lalu

Semua hanya kedok palsu
Betapa besar nafsu dan egomu
Menghancurkan mimpi orang yang berharap pada janjimu
Dulu kau sungguh merakyat
Mengapa sekarang membn*gsat?

Ohh aku ingat sekali ketika kau menjadi orang yang sangat peduli dan bersahaja
Sekarang kau menjadi orang yang sangat sombong bak firaun ketika jadi raja
Dulu ku sambut kau saat ingin berkunjung dan mendengarkan keluh kesah
Sekarang aku ingin berkunjung dan menyampaikan keresahan di tempatmu
Tapi apa yang kudapat
Aku disambut mereka yang memakai baju hitam dan coklat 
Bersenjatakan tongkat


Aku hanya ingin menagih janjimu yang dulu
Bukan untuk membuat surat izin mengemudi dan melaporkan pencurian
Jadi tak perlu kau temukan aku dengan orang-orang berseragam coklat
Karena akupun tau mana gedung parlemen mana gedung instansi hankam
Yang kucari adalah dirimu
Yang saat itu di setiap jalan dan pohon terpampang mukamu
Menjamur dimana mana menjadi polusi visual
Hingga membuatku mual

Kalau kau tetap tidak ingin menemui aku
Izinkan aku menyampaikan pesan dan berita untukmu
Kau masih ingat sumpah yang kau ucap sesaat sebelum duduk di kursi panas?
Sumpahmu kini menjadi sumpah serapah dari rakyat yang kalian tindas
Tak ku sangka kau menjadi manusia sombong
Ingin ku ganti diksi manusia sombong dengan diksi anjing anjing diktator
Namun, aku ingat anjing masih punya rasa terima kasih pada majikannya
Anjing tidak sombong pada orang yang memberinya makan
Berbeda dengan dirimu yang arogan
Liur anjing memang najis dan harus dicuci tujuh kali untuk dirontokan
Sedangkan liur busuk janjimu tidak bisa hilang sampai tujuh turunan

Kau seolah lupa siapa yang membuatmu duduk nyaman di singgasana
Kau lupa hidupmu berubah berkat pemilihan suara
Berkat suara rakyat yang sengsara
Kini suara rakyat sengsara itu kau bungkam
Wahai pemimpin kejam
Pergilah kau ke neraka jahanam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun