Pembuka: Panggung yang Telah Disiapkan
Di negeri yang subur dan kaya raya, dimana hutan dan bukitnya menyembunyikan harta tak terhitung, sebuah panggung telah disiapkan, lengkap dengan sorot lampu dan karpet merah. Tidak, ini bukan ajang penghargaan selebriti, melainkan panggung megah untuk sebuah drama korupsi dengan nilai produksi mencapai 271 triliun rupiah. Sorot lampunya? Sorotan publik. Karpet merahnya? Jalur merah yang dilewati uang-uang hasil korupsi.
Panggung ini berlokasi di sektor tambang Indonesia, sebuah industri yang seharusnya menjadi lumbung emas bagi negara, tapi kini lebih sering menjadi sumber skandal yang memanaskan telinga.Â
Di tengah-tengah panggung, sebuah plot twist; sang aktor utama ternyata bukan siapa-siapa, hanya suami dari seorang selebriti ternama, yang pesta perkawinannya bak pangeran "Disney" negeri Dongeng.Â
Namun, jangan terkecoh, drama ini bukanlah cerita Cinderella yang nyata. Sang Pangeran, dengan elegan, berjalan di atas karpet merah, yang ternyata dipintal dari benang-benang korupsi dan intrik.
Sebagai sebuah negara dengan sumber daya alam melimpah, Indonesia layaknya buffet mewah bagi mereka yang lapar akan kekuasaan dan kekayaan. Namun, sepertinya ada yang lupa memberitahu para tamu bahwa makan sepuasnya di sini datang dengan tagihan moral yang mahal. Ironisnya, tagihan itu tidak pernah sampai ke meja mereka. Sebaliknya, rakyatlah yang harus membayarnya, dengan cicilan keadilan yang tampaknya tak kunjung lunas.
Tetapi tunggu dulu, panggung ini ternyata lebih kompleks dari yang terlihat. Ada bisikan bahwa di balik layar, tersembunyi sosok 'sutradara' yang sesungguhnya, menggerakkan semua pion di atas papan catur korupsi dengan tangan yang tak pernah terlihat. Mereka ini adalah para puppet masters, yang dengan telaten mengatur skenario sedemikian rupa, sehingga para aktor di panggung hanya perlu mengikuti alur cerita yang telah ditetapkan.
Saat lampu panggung menyala dan tirai mulai terbuka, kita disajikan dengan drama korupsi yang tidak hanya menguras sumber daya alam, tapi juga mengikis kepercayaan publik. Dan di sini, di barisan penonton, kita duduk bersama, menyaksikan bagaimana harta karun sebesar 271 triliun bisa 'bermain-main' di atas panggung korupsi, tanpa rasa takut akan kritik atau hukuman. Ah, sungguh sebuah pembuka yang menjanjikan untuk drama yang tak akan pernah kita lupa.
Babak Kedua: Tarian Marionet
Selamat datang di babak kedua, di mana tarian para marionet menjadi tontonan yang memukau. Para pemainnya? Sekelompok figur yang bersinar di bawah sorot lampu, yang gerak-geriknya begitu lembut dan terkoordinasi, seolah-olah dipandu oleh tangan-tangan terampil. Namun, jangan terpesona dulu; tarian ini bukan sembarang tarian. Ini adalah tarian korupsi yang ritmenya ditentukan oleh tarikan benang oleh para puppet masters dari kegelapan.