Â
Pasca terjadinya suatu bencana, sebaiknya dilakukan penanggulangan dengan melakukan beberapa upaya nyata yang dapat menurunkan potensi penyebarluasan bencana. Hal serupa tidak terjadi pada bencana kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Ketika pemerintah Indonesia melalui beberapa pihak sedang sibuk melakukan pemadaman terhadap beberapa titik api yang menjadi penyebab timbulnya kabut asap, Pihak Singapura semakin memperburuk keadaan dengan menyalahkan Indonesia atas penyebaran kabut asap yang sampai ke Singapura. Namun, adakah kontribusi mereka?
Kualitas udara di ibu kota Malaysia mencapai level "sangat tidak sehat" pada 27 september 2015 yang diakibatkan kabut asap dari Sumatera dan Kalimantan. Polusi udara di Kuala Lumpur sudah melebihi angka 200 dalam indeks kualitas udara pagi ini. Level ini otomatis memicu penutupan sejumlah sekolah. Kamis lalu, kualitas udara di Singapura juga memasuki level "sangat tidak sehat." Sabtu kemarin, tebalnya kabut asap membuat sebuah bandara di luar Kuala Lumpur ditutup sementara karena jarak pandang berkurang hingga di bawah 400 meter.
Singapura menyatakan rasa marahnya karena kabut asap tebal menyelimuti negara tersebut sehingga sekolah-sekolah ditutup. Bahkan, pada Jumat pagi Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) mencapai 341, tertinggi sepanjang tahun ini. Indonesia pun dituding tidak peduli dengan apa yang dirasakan oleh warga Singapura. Menteri Luar Negeri Singapura K Shanmugam mengatakan tindakan ini sangat tidak memikirkan keselamatan warga kami dan warga mereka sendiri.
Sekarang bukan saatnya untuk berkomentar banyak, yang diperlukan untuk menghilangkan kabut asap adalah upaya pemadaman kebakaran hutan yang terjadi, sehingga diperlukan kerja sama berbagai pihak untuk memadamkan api yang merupakan penyebab penyebarluasan kabut asap.