Mohon tunggu...
IRFAN ANANDA ISMAIL
IRFAN ANANDA ISMAIL Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Doktoral Pendidikan IPA

Universitas Negeri Padang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kembalinya Ujian Nasional Menjembatani Standar Nasional dan Kreativitas Siswa

6 Januari 2025   12:32 Diperbarui: 6 Januari 2025   12:32 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Irfan Ananda Ismail., S.Pd., M.Pd., Gr. - Mahasiswa Doktoral Pendidikan IPA

Padang, 6 Januari 2025 - Saat saya masih duduk di bangku sekolah menengah, salah satu momen yang paling membekas dalam ingatan saya adalah persiapan menghadapi Ujian Nasional (UN). Sebagai seorang siswa yang memiliki ketertarikan besar pada ilmu pengetahuan alam, saya selalu merasa bahwa UN adalah sebuah tantangan besar. Namun, bukan hanya karena tekanan untuk mendapatkan nilai yang baik, melainkan karena bagaimana ujian ini menjadi semacam jembatan antara standar nasional yang telah ditetapkan pemerintah dan kemampuan kreativitas yang saya miliki sebagai individu. Kini, setelah menyelesaikan Pendidikan Profesi Guru (PPG) di bidang IPA dan melanjutkan studi doktoral, saya melihat kembali bagaimana UN sebenarnya memiliki peran yang kompleks dalam sistem pendidikan kita, terutama dalam kaitannya kembalinya Ujian Nasiona (UN) dengan Kurikulum Merdeka yang kini sedang diterapkan.

Dalam perjalanan panjang pendidikan di Indonesia, Ujian Nasional (UN) telah menjadi salah satu tonggak penting yang tak terpisahkan. Sebagai seorang alumni Pendidikan Profesi Guru (PPG) di bidang IPA, saya melihat UN tidak hanya sebagai simpul pamungkas dari perjuangan akademis siswa, tetapi juga sebagai cerminan dari upaya nyata pemerintah dalam menyeragamkan standar kualitas pendidikan di seluruh penjuru nusantara. Namun, di balik angka-angka dan nilai yang tersaji dalam lembaran hasil ujian, ada cerita lebih dalam tentang bagaimana UN bisa menjadi jembatan antara standar nasional dan kreativitas siswa, terutama dalam pelaksanaan Kurikulum Merdeka yang kini mulai diterapkan.

Saya juga masih ingat bagaimana setiap tahun, menjelang UN, sekolah dihiasi dengan semaraknya spanduk-spanduk motivasi dan daftar nama siswa yang berhasil meraih nilai tertinggi di tahun-tahun sebelumnya. Tak jarang, hal ini memicu semangat kompetisi yang sehat di antara siswa, namun di sisi lain, menumbuhkan kesan bahwa keberhasilan pendidikan hanya diukur dari angka-angka semata. Bagi sebagian siswa, UN menjadi momok menakutkan yang menjadi patokan satu-satunya bagi keberhasilan mereka di jenjang pendidikan selanjutnya. Namun, apakah benar demikian?

Berbicara mengenai Kurikulum Merdeka yang diterapkan, UN tampaknya harus mulai melirik pada aspek yang lebih luas dari sekadar kemampuan akademis. Kurikulum Merdeka, dengan semangatnya untuk mengedepankan pembelajaran yang lebih fleksibel dan berorientasi pada minat serta bakat siswa, menuntut adanya perubahan paradigma dalam melihat UN. Bukan lagi semata-mata sebagai alat ukur kemampuan kognitif, melainkan juga sebagai sarana untuk menilai sejauh mana siswa mampu mengembangkan kreativitas dan daya inovasi mereka. Namun, perubahan paradigma ini tentu tidak bisa terjadi dalam semalam. Dibutuhkan peran dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, hingga masyarakat luas. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, harus mampu merumuskan kebijakan yang tidak hanya berorientasi pada penyeragaman standar nasional, tetapi juga memberikan ruang bagi daerah untuk mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal. Lembaga pendidikan, di sisi lain, harus mampu menyiapkan tenaga pendidik yang tidak hanya mumpuni dalam bidang akademis, tapi juga kreatif dan inovatif dalam mengembangkan pembelajaran yang memicu kreativitas siswa.

UN, sebagai instrumen evaluasi pendidikan, telah lama menjadi topik perdebatan. Di satu sisi, ia dianggap sebagai alat untuk mengukur pencapaian siswa secara nasional. Di sisi lain, banyak yang mengkritiknya karena dianggap membatasi ruang gerak kreativitas siswa. Sebagai seorang yang antusias di bidang Pendidikan yang pernah menjalani PPG, saya melihat bahwa perdebatan ini tidak sepenuhnya hitam putih. UN sebenarnya bisa menjadi cermin dari bagaimana sistem pendidikan kita mencoba menyeimbangkan antara standarisasi dan kebebasan berekspresi. Namun, apakah keseimbangan ini benar-benar tercapai? Ini yang harus kita telaah lebih dalam.

Sementara itu, masyarakat, sebagai pengguna lulusan dunia pendidikan, juga harus mulai mengubah pandangan mengenai UN. Bukan lagi semata-mata nilai yang tinggi yang menjadi acuan, melainkan bagaimana siswa mampu mengaplikasikan ilmu yang mereka pelajari untuk memecahkan masalah nyata di masyarakat. Dalam hal ini, UN bisa menjadi ajang bagi siswa untuk menunjukkan kreativitas mereka dalam menyajikan solusi atas berbagai permasalahan yang ada, baik itu dalam bentuk proyek, penelitian, maupun inovasi produk.

Pengalaman mengikuti PPG di bidang IPA mengajarkan saya melihat bahwa potensi siswa Indonesia sangatlah luar biasa. Namun, potensi ini seringkali terkungkung oleh sistem pendidikan yang terlalu menitikberatkan pada nilai UN semata. Oleh karena itu, sudah saatnya UN tidak lagi dipandang sebagai momok menakutkan, melainkan sebagai kesempatan untuk menunjukkan kreativitas dan inovasi siswa. Melalui perpaduan antara penyeragaman standar nasional dan pengembangan kreativitas siswa, UN bisa menjadi titik temu yang sempurna antara kebutuhan untuk menjaga mutu pendidikan nasional dan dorongan untuk memupuk kreativitas generasi muda. Dengan Kurikulum Merdeka, UN bisa menjadi sarana evaluasi sejauh mana kurikulum ini berhasil mencapai tujuannya untuk mengembangkan potensi siswa secara utuh, baik dari segi akademis maupun non-akademis.

Saya pribadi merasakan bagaimana pendidikan yang baik bisa membentuk karakter dan kemampuan seseorang. Saat menjalani PPG, saya belajar bahwa menjadi guru bukan hanya tentang mengajar, tetapi juga tentang membimbing siswa untuk menemukan potensi mereka. Hal ini sejalan dengan filosofi Kurikulum Merdeka yang menekankan pada kemandirian dan kreativitas. UN, dalam hal ini, seharusnya menjadi bagian dari proses panjang pendidikan, bukan hanya sebagai momen penentu yang bersifat final. Namun, perlu diingat bahwa UN bukanlah satu-satunya tolok ukur keberhasilan pendidikan. Sebagai masyarakat, kita harus mulai menerima dan menghargai keberagaman prestasi dan potensi yang dimiliki oleh setiap siswa. Hanya dengan cara ini, kita bisa menciptakan sebuah sistem pendidikan yang tidak hanya menghasilkan generasi yang cerdas secara akademis, tapi juga kreatif, inovatif, dan siap menghadapi tantangan zaman.

Relevansi UN dengan Kurikulum Merdeka disini adalah untuk menjamin bahwa pendidikan di Indonesia tidak hanya berorientasi pada penyeragaman standar nasional, tetapi juga pada pengembangan karakter dan kreativitas siswa. Dalam hal ini, kembalinya UN harus mampu mengevaluasi sejauh mana siswa mampu mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam situasi nyata, memecahkan masalah dengan solusi kreatif, dan berkontribusi pada kemajuan masyarakat.

UN merupakan bagian integral dari sistem pendidikan di Indonesia yang tidak hanya berperan dalam penyeragaman standar kualitas pendidikan, tapi juga harus mampu menjadi wadah bagi siswa untuk mengekspresikan kreativitas dan inovasi mereka. Melalui perpaduan yang selaras antara penegakan standar nasional dan dorongan terhadap kreativitas siswa, diharapkan UN dapat menjadi pijakan bagi generasi muda untuk tidak hanya menjadi cerdas secara akademis, tapi juga berkarakter kuat dan berdaya saing global. Dengan demikian, pendidikan di Indonesia tidak hanya melahirkan generasi yang siap menghadapi tantangan masa depan, tapi juga menjadi agen perubahan yang mampu mendorong kemajuan bangsa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun