Pemukulan Pramugari oleh oknum penumpang yang berprofesi sebagai pejabat, seminggu kemarin banyak menghiasi layar kaca penonton dan berita itu menambah catatan kelam betapa sombongnya pejabat Indonesia. Setuju ga, guys?? Katanya pejabat itu harus merakyat dengan rakyat, tapi setiap jalan atau menghadiri pertemuan, sepanjang perjalanan selalu dikawal oleh fortridder dan terbebas dari macet. Itu contoh yang mencerminkan pejabat tidak merakyat, betul tidak??
Itu hanya intermezzo guys, Hehehe…
Ok, saya selama seminggu kemarin memang mengikuti secara intens perkembangan berita pemukulan itu. Dan penyebab si pejabat memukul pramugari karena pramugari yang meminta pejabat itu untuk mematikan telepon selulernya karena kalau dapat mengganggu bahkan mengancam keselamatan penerbangan. Hanya karena itu saja, koq bodoh benar yah pejabat sombong itu sampai memukul pramugari, ckckckc.
Tercantum dalam Surat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara No. AU/4357/dkp.0975/2003 tentang Larangan Penggunaan Telepon Seluler Di Dalam Peawat karena telepon seluler memancarkan radiasi tenaga listrik ungtuk menjangkau BTS (Base Transceiver System) terdekat dan berpotensi mengganggu peralatan komunikasi dan navigasi pesawat… (dikutip dari harian Kompas, Keselamatan Penumpang Pemukulan Pramugari Cermin Belum Tegaknya Prosedur, tanggal 8 Juni 2013). Sudah jelas dengan adanya aturan itu penumpang harus sadar dan patuh karena kalau dilanggar akan mengancam keselamatan dirinya sendiri, penumpang lainnya beserta pilot dan pramugari.
Jika ditilik dari sisi psikologis terdapat suatu pemikiran dari si pejabat itu yang merasa mempunyai atau berposisi sebagai pejabat tinggi dalam suatu perusahaan dan perasaan tersinggung tidak terima ditegur oleh pramugari yang secara notabene-nya pramugari itu lebih ‘rendah’ (posisinya) dari dia. Seperti yang teman-teman tahu ketika kita mengalami ‘perubahan’ status social akan terjadi juga perubahan gaya hidup. Katakan yang asalnya mahasiswa sekarang bekerja menjadi seorang karyawan (perubahan status social), soal makan siang ataupun hangout akan memilih tempat ternama, beda saat kuliah nongkrong dan mkan siang di warteg-pun kadi. Inilah perubahan gaya hidup yang sejalan dengan berubahnya status sosial individu.
Jangan salah lho, berubahanya gaya hidup tidak hanya tentang porsi makanan, seringnya main ke tempat ‘mewah’ tapi juga berubahnya pola pikir, ego dan perilaku. Dimana perubahan pola pikir dan perilaku ini cenderung mengarah ke arah negative. Tak jarang bila seseorang yang berpendidikan tinggi saja cenderung memandang orang yang berpendidikannya di bawah dia dengan sebelah mata. Seorang pejabat dengan gaji di atas 4 juta per bulan tidak pernah merasa cukup akan gajinya dan berpikir bagaimana caranya menambah lagi kekayaan walaupun itu dengan cara korupsi. Status social naik, gaya hidup menjadi baik seringkali menutup mata dan telinga individu itu dan tidak jarang lebih mendahulukan nafsu dibandingkan akal.
Mungkin itulah yang terjaadi pada si pejabat itu. Tidak mau ditegur oleh yang statusnya lebih rendah dari dia, tau salah tapi tidak mau mengakuinya karena takut malu dan namanya tercemar. Dia pikir dengan mumukul pramugari itu masalah beres (pramugari diam dan dia bisa menyalakan telepon selulernya) dan pramugari itu juga tidak akan berani melaporkan kejadian itu. Dia pikir sebagai posisi Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal Daerah Kepulauan Bangka Belitung, mampu membuat dia kebal hukum. Siapa yang menanam benih, maka dia yang akan mendapat hasilnya. Saya harap kelanjutan kisah pemukulan ini harus dibereskan sampai si pejabat itu mendapatkan hukuman yang berat. Karena kalau tidak bisa mungkin suatu hari akan ada pejabat-pejabat lainnya yang lebih brutal dari dia.
Hukuman yang pantas buat dia bukan hanya di-blacklist dari daftar penumpang (semua)maskapai penerbangan ataupun ditahan, kalau bisa berikan juga sanksi berupa demosi jabatan ataupu pemecatan oleh perusahaan tempat dia bekerja. Biar dia kembali merasakan bagaimana menjadi ‘orang kecil’.
Bagi kita yang InshaAlloh sedang dan akan merintis jalan menuju sukses, saya berpesan di saat kita sedang berjalan menuju sukses jadilah seperti bamboo, yang digoyang-goyang oleh angin (cibiran, hal-hal yang mematahkan semangat kalian) tetap berdiri tegak hingga dekat dengan sukses.
Bila sudah sukses, cobalah menjadi padi. Seperti peribahasa ‘Padi, semakin berisi semakin merunduk’. Walau sukses kita harus mau dan mampu melihat sekitar, mendengar sekitar kita dan juga beramal untuk sekitar kita juga.
Dan yang terpenting saat kita akan, sedang merintis jalan sukses, kita tidak boleh lupa dengan TUHAN.
Sukses untuk kita semua.
- Irfan -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H