Suatu ketika seorang Yahudi datang kepada Nabi Muhammad untuk menagih utang. Sikapnya kasar, kata-katanya menyakitkan. Umar yang ada di samping Rasul sampai naik pitam, menghardik sambil menarik kerah baju si Yahudi. Tapi Rasulullah menenangkan Umar dan tetap bersikap lembut Pada riwayat lain, konon Si Yahudi sampai duduk berjam-jam menunggu sambil mengintimidasi, Rasul menemaninya sambil terus bersikap yang lembut dan bersahabat.
Melihat sikap Rasul itu akhirnya orang Yahudi itu bersyahadat. Ia mengaku kedatangannya sebetulnya bukan untuk menagih utang. Sebab, baru pekan berikutnya utang itu jatuh tempo. Dia hanya ingin menguji kenabian Muhammad. Dalam kitab sucinya disebutkan sejumlah tanda-tanda kenabian, dia sudah melihat berbagai tanda tersebut pada Rasulullah Saw, kecuali satu yaitu hilm. Kini dia sudah melihat sendiri hilm pada diri Muhammad.
Karena keterbatasan kosakata bahasa Indonesia, hilm sering diartikan sabar atau lemah lembut. Tapi hilm mungkin lebih dekat dengan makna responsibility yang oleh Stephen Covey didefinisikan sebagai Response Ability atau kemampuan merespons sesuatu dengan bijak, tidak reaktif. Hilm atau response ability inilah yang membedakan orang dewasa dari anak-anak. Seorang anak yang lapar atau sakit akan langsung menangis tanpa banyak berpikir. Tetapi Seorang dewasa akan memikirkan terlebih dahulu respon apa yang akan dia ambil terhadap sebuah situasi.
Dengan keteladanan sikap hilm ini, Rasul berhasil mengubah tabiat orang Qurays dari tradisi padang pasir yang keras menjadi penuh kasih sayang, dari sikap rekatif dan suka perang menjadi lebih bijak dan suka bermusyawarah. Tapi, umat islam Indonesia yang secara budaya sudah dikenal dengan keramahannya, kelihatannya sudah mulai kehilangan hilm ini.
Perhatikanlah status-status di facebook yang penuh kebencian, dibalas komentar yang penuh kutukan. Debat kusir berkepanjangan berakhir permusuhan. Kicauan twitter berisi berita penuh fitnah dan tak jelas sumbernya dengan mudah dishare dan dibroadcast tanpa dicek kebenarannya, tanpa memikirkan apa dampaknya. Dalam hitungan jam sebuah fitnah bisa tersebar tak terbendung. Tanpa respons ability, hilm, kita jadi rekatif: cepat menshare sebuah berita, cepat comment, cepat membroadcast, cepat marah, cepat menuduh, dan cepat menghakimi.
Dalam  syariat Islam, ada tiga jenis orang yang terbebas dari tanggung jawab (responsability): Anak-anak hingga ia dewasa, orang tidur hingga ia terbangun, orang gila hingga ia sadar. Sebab, tiga jenis oran gini tidak memliliki respons ability, kemampuan unutk merespons sesuatu dengan sadar. Jika kita tak punya hilm, mungkin kita adalah salah satu dari tiga jenis orang tersebut.
Hari ini, tanggal 22 Juli KPU akan mengumumkan hasil pemilu. Kita akan menyaksikan apakah bangsa ini masih punya hilm. Semoga yang menang punya hilm dengan tidak menunjukkan sikap jumawa, dan yang kalah menunjukkan hilm dengan sikap lapang dada.
Rasul mengajarkan sebuah doa: Allahumma aghnini bililmi wazayyinii bilhilmi... Ya Allah perkayalah aku dengan ilmu, dan hiasilah aku dengan hilm...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H