Salah satu tempat di Yogyakarta yang dapat kita kunjungi dimana kita bisa melihat pertunjukan gamelan adalah Kraton Yogyakarta. Kita bisa menonton pertunjukkannya pada hari kamis pukul 10.00 - 12.00 WIB digelar gamelan sebagai sebuah pertunjukkan musik tersendiri, sedangkan pada hari sabtu pada waktu yang sama digelar musik gamelan sebagai pengiring wayang kulit. Selain itu kita juga dapat melihat tempat pelatihan gamelan yang terdapat di Yogyakarta yaitu kediaman keluarga Bapak Wijan (56 tahun) bersama istrinya Ibu Mulyani (50 tahun), yang bertempat tinggal di daerah Polowijan no 17 kulon pasar Ngasem Yogyakarta, tepatnya didaerah selatan alun-alun utara Yogyakarta. Disana kita bisa banyak belajar menabuh (memukul) gamelan, mempelajari nada-nada gamelan yang sedikit berbeda dari nada standar, kemudian disamping itu daerah ngasem juga banyak tempat jualan pernak pernik dan kaos jogja yang berjejer sepanjang jalan menuju ngasem. Kawasan ngasem dulunya adalah pasar hewan hias dan tanaman hias yang sangat terkenal di Yogyakarta pada dulunya, sekarang pasar hewan dan tanaman hias sudah pindah didaerah bantul yang lumayan jauh jaraknya dari jantung kota Yogyakarta, saat ini pasar ngasem hanya menjadi pasar harian jawa saja yang agak berkurang aktivitasnya.
Walaupun terlihat kuno, namun bagunan rumah pak Wijan sangatlah kokoh dan kuat. Bentuk ukirannya pun unik, di setiap sudut rumah terpasang alat-alat gamelan dari yang kecil sampai yang besar. Di dalam rumah yang kecil dan mungil ini kami disambut baik. Tutur kata yang lembut dan senyum ramah yang selalu terpancar membuat susana di rumah tersebut menjadi nyaman dan menyenangkan. Dalam sela-sela waktu yang ada bapak Wijan dan ibu Mulyani banyak menceritakan tentang kehidupan mereka dalam mengembangkan Gamelan atau yang sering mereka sebut dengan Karawitan. Sepanjang perjalanannya pak Wijan sendiri mempunyai dua kelompok Karawitan. Kelompok pertama bernama Punjolaran dan yang kedua bernama Dipowiromo. Kedua kelompok Karawitan tersebut sudah dikelolanya sejak empat atau lima tahun yang lalu.
Setiap malam senin, mulai dari jam 8 sampai dengan jam 11 pak Wijan selalu mengadakan latihan Karawitan atau memainkan alat musik gamelan. Beliau tidak perlu mengeluarkan biaya atau penyewaan alat musik saat mengadakan latihan karena mereka sudah mempunyai alat dan tempat latihan sendiri. Biasanya yang memainkan alat musik gamelan ini berkisar antara 20 sampai dengan 30 orang dalam setiap kali pentas. Selain merupakan sanggar latihan dan tempat pelestarian cagar budaya kediaman pak Wijan yang telah banyak dikenal banyak orang disekitar ngasem juga merupakan tempat penjualan alat gamelan baik satu set maupun eceran. Pada era 1960an seorang pemilik gamelan satu set adalah orang yang dianggap kaum borjuis (bangsawan) yang dianggap orang kaya. Namun pada jaman sekarang cenderung orang enggan memiliki gamelan, selain mahal dan sulit untuk bisa menguasai game itu sendiri, gamelan juga sudah mulai tersisihkan dengan alat muik yang lebih moderen. Ada dua jenis bahan gamelan pada awalnya yaitu perunggu dan kuningan yang harganya bisa mencapai 600 juta satu set-nya, namun seiring perkembangan zaman ada juga bahan baku gamelan yang terbuat dari besi yang harganya jauh lebih murah dari bahan perunggu dan kuningan ujar pak Wijan dikediamannya setelah kami jumpai disekitar taman parkir taman sari Yogyakarta. Pak Wijan juga mengatakan bahwa yang biasanya membeli gamelan dengan bahan besi ialah pengamen-pengamen yang berada diperempatan lampu merah atau pun digunakan hanya untu hiasan rumah saja. Pak wijan juga mengatakan bahwa gamelan yang memiliki suara bagus itu ialah gamelan yang bekas pakai bukan yang baru. Malah kebanyakan orang mencarik gamelan yang bekas karena suaranya yang lebih nyaring ketimbang gamelan yang baru. Pada saat saya bertanya mengapa gamelan yang bekas itu lebih baik kualitas suaranya? Pak wijan pun langsung menjawabnya karena semakin sering gamelan itu di pukul atau di ketuk secara terus menerus maka secara tidak langsung membuat suarana lebih lentur dan nyaring ketimbang yang baru.
Harga satu set yang besi dan kuningan serta perunggu juga mencapai 200 juta, gamelan itu mahal diakibatkan karena bentuk lekuknya, kualitas suara, serta jumlahnya banyak atau sedikit keunikan itu digunakan. Ternnyata alat pemukul gamelan itu dibuat dari daerah tersendiri dengan gamelannya itu sendiri, yaitu daerah Klaten Jawa tengah tepatnya sebelah timur kota Yogyakarta, sedangkan gamelan diproduksi di berbagai tempat ada yang dari Solo, Madiun, Ponorogo serta Yogyakarta. Di daerah Yogyakarta masih banyak tempat atau sanggar gamelan yang aktif maupun tidak aktif akan tetapi yang paling deket dari jantung kota Yogyakarta hanya sanggar yang dikelola pak Wijan saja dan masih sangat aktif, sanggar pak wijan selalu melakukan latihan rutin seminggu dua kali. Apabila anda datang ke Yogyakarta jangan lupa untuk berkunjung kekediaman pak Wijan didaerah ngasem tepatnya sebelah kanan pasar ngasem pas tingkungan jalan.
Sesuai dengan slogan orang Yogyakarta “alon-alon waton kelakon” atau pelan-pelan asal bisa terlaksana music gamelan bertempo sangatlah santai dan pelan,akan tetapi sesuai dengan era saat ini uyon-uyon yang biasanya hanya untuk pertunjukan wayang kulit sekarang uyon-uyon sering dikombinasikan dengan organ tunggal tanpa nada-nada melodi asli dengan hanya merekam hasil pentas kemudian diputar ulang untuk pertunjukan dilain tempat, kemudian yang dulunya hanya suara gamelan dengan syair-syair tentang kehidupan sekarang beralih menjadi music campursari yang identik dengan music tentang perjalanan cinta dan kisah patah hati seseorang dengan tambahan tempo cepat dan goyangan lekuk-lekuk tubuh para penyanyinya yang sangat identik dengan wanita-wanita seksi dengan pakaian minim.
Berbeda halnya dengan wayang kulit, gamelan ini bisa tampil sendiri tanpa adanya wayang kulit namun wayang kulit tidak bisa tampil tanpa diiringi oleh musik gamelan. Aliran musik gamelan yang unik juga membedakan ia dengan alat musik lainnya. Suaranya yang terdengar lembut, berirama membuat orang yang mendengarnya kagum dan memiliki kesan tersendiri di dalam mendengarkan musik gamelan tersebut. Hal yang membuat kami kagum, bahwa musik gamelan ini mempunyai arti dalam setiap nyanyian dan nada yang di mainkannya.
Selain keluarga pak Wijan khususnya di daerah Terban, tepatnya berada di GK/V 260 terdapat juga kelompok karawitan yaitu keluarga ibu Tumini Soeparno. Alat musik gamelannya masih sangat terawat, alat musik itu mereka beli di salah satu anggota keluarganya yang berada di Solo. Gamelan tersebut mereka beli karena nenek dari keluarga tersebut sangat menyukainya, sehingga tak heran bila kebersihan dan keawetan satu set alat gamelan itu pun terjaga dengan baik. Namun sayang dari keluarga ibu Tumini ini tidak ada yang meneruskan perjuangannya untuk melestarikan musik gamelan ini. Saat kami mewawancarai anak dari ibu Tumini ini, beliau mengatakan bahwa dirinya itu tidak dapat memainkan satu pun alat musik gamelan ini. Bahkan ibu Tumini berpendapat bahwa mungkin bila beliau meninggal anak-anaknya akan menjual alat gamelannya tersebut.
Biasanya masyarakat sekeliling Terban juga ikut melestarikanya dengan cara setiap kamis selalu mengadakan latihan menggunakan gamelan tersebut untuk karawitan. Dalam setiap penampilan apabila di undang ke acara – acara tertentu, pemain gamelan menggunakan pakaian adat jawa komplit dengan kebaya dan blangkonnya. Anak – anak usia 12 sampai 15 tahun juga pernah menggunakan gamelan tersebut untuk pementasan merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia di Terban. tapi sayangnya sekarang anak – anak usia tersebut sudah tidak latihan lagi kalau tidak ada pementasan, sekarang mereka memilih bermain band daripada memainkan gamelan. Ini menunjukan bahwa budaya – budaya modern sudah masuk ke dalam budaya tradisional dan kita sebagai orang bersuku Jawa ikut melestraikan budaya – budaya yang sudah di rintis oleh nenek moyang kita. Jangan kita hilangkan kebudayaan yang kita miliki karena dengan kebudayaan itulah salah satu ciri khas dari jiwa kita. Seharusnya pemerintah pun harus ikut andil dalam melestarikan kebudayaan yang bangsa ini miliki, mungkin dengan memasukkan dalam kurikulum pelajaran atau sering mengadakan perlombaan yang bernafaskan budaya bangsa ini.
Sekarang yang rutin latihan dengan gamelan tersebut hanya bapak-bapak dan ibu-ibu yang berada di sekitar terban saja. Oleh karena itu setiap kamis mereka sangat antusias melakaukan latian karawitan dengan menggunakan gamelan. Bapak RT dan RW setempat juga sangat mendukung adanya latian karawitan tersebut perangkat desa lainya juga mendukung kegiatan tersebut bahkan Bapak kelurahan terban juga antusias dan sangat mendukung adanya kegiatan tersebut untuk melestarikan kebudayaan jawa yang sekarang ini sudah sangat sedikit di temukan di Jawa Khususnya Di Yogyakarta.
Seiring dengan berjalannya waktu, seni alat musik gamelan mulai luntur. Salah satu penyebabnya adalah adanya organ tunggal. Organ tunggal perlahan-lahan membuat seni musik gamelan tersingkir, karena spesifiknya organ tidak memakai banyak tempat sedangkan gamelan butuh tempat yang cukup luas untuk mengadakan suatu pentas. Organ tunggal pun tidak memerlukan banyak orang untuk memainkannya. Oleh karena itu lah terkadang masyarakat sekarang cenderung lebih memilih organ tunggal dibandingkan gamelan. Penerus untuk melestarikan alat musik ini pun mulai menurun. Kebanyakan yang masih bertahan adalah para orang tua di atas 30 tahun dan cenderung yang masih muda lebih tertarik dengan alat musik yang lebih moderen.
Seni musik gamelan juga memberi arti penting bagi masyarakat Jawa. Secara filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal demikian disebabkan filsafat hidup masyarakat Jawa berkaitan dengan seni budayanya yang berupa gamelan Jawa serta berhubungan erat dengan perkembangan religi yang dianutnya. Pada masyarakat jawa gamelan juga mempunyai fungsi tersendiri yang berkaitan dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Gamelan memiliki keagungan tersendiri, buktinya bahwa dunia pun mengakui gamelan adalah alat musik tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik barat yang serba besar. Gamelan merupakan alat musik yang luwes, karena dapat berfungsi juga bagi pendidikan.
Pada masa sekarang ini ada kecenderungan perbedaan persepsi yang dilakukan oleh generasi-generasi muda melalui berbagai atraksi kebudayaan yang pada segi-segi lain kelihatan agak menonjol. Anak muda terlihat tak tertarik gamelan karena tidak ada yang mengenalkan, selain itu tidak ada yang mengajarkan. Itu tidak bisa disalahkan karena mayoritas orang tua jaman sekarang, bahkan lingkungan sekolah, tidak mendukung anak mengenal gamelan. Bagi generasi muda, gamelan sulit diminati kalau dibunyikan seperti masa-masa dulu pada era orang tua atau kakek dan nenek mereka. Anak muda sekarang lebih cenderung menyukai alat musik yang lebih moderen semisal drum, gitar, piano dan lain- lain ketimbang mempelajari seni musik gamelan yang merupakan ciri khas dari kebudayaan jawa khususnya Yogyakarta.
Gamelan bukan sekadar alat musik tradisional atau obyek, namun ada spirit di dalamnya, yakni kebersamaan karena dibutuhkan keharmonisan dan kebersamaan untuk menghasilkan lagu atau tembang yang enak di dengar. Yang penting di sini adalah manusianya, yaitu bagaimana mereka merasa dekat dengan gamelan. Perlu kita pikirkan juga bahwa demi kelestarian kebudayaan kita sendiri yang sungguh-sungguh Adhi Luhur, penuh dengan estetika, keharmonisan, ajaran-ajaran, filsafat-filsafat, tatakrama, kemasyarakatan, toleransi, pembentukan manusia-manusia yang bermental luhur.
Namun apakah kalian tau, bahwa gamelan Jawa sekarang mempunyai tanggapan yang luar biasa di dunia internasional. Saat ini telah banyak diadakan pentas seni gamelan di berbagai negara Eropa serta memperoleh tanggapan yang sangat bagus dari masyarakat di sana. Bahkan sekolah-sekolah di luar negeri yang memasukan seni gamelan sebagai salah satu musik pilihan untuk dipelajari oleh para pelajarnya juga tidak sedikit. Bahakan negara tetangga kita Malaysia dapat memainkan musik gamelan dengan baik, yang lebih mengesankan lagi adalah mereka masih muda bukan seperti di negara kita dimana cenderung yang sudah lanjut usia lah yang mahir dan masih melestarikannya, kalau begini jangan salahkan bila gamelan akan diklaim negara tetangga. Ironisnya di negeri sendiri masih banyak orang yang mengasingkan masa depan gamelan. Terutama para pemuda yang cenderung lebih tertarik pada musik-musik luar yang memiliki instrumen serba canggih. Dari sini diperlukan suatu upaya untuk menarik minat masyarakat kepada kesenian tradisional yang menjadi warisan budaya bangsa tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H