Mohon tunggu...
Irfan Kamaluddin
Irfan Kamaluddin Mohon Tunggu... -

Peneliti INDONESIAN FREEDOM

Selanjutnya

Tutup

Politik

WH Panik dan Frustasi

11 Oktober 2011   05:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:06 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menghadapi petahana calon gubernur Banten, Wahidin Halim (WH) terlihat panik dan frustasi. Tingginya tingkat popularitas dan elektabilitas pasangan Ratu Atut-Rano Karno membuatnya kehilangan akal dan strategi. Semua cara pun dilakukan –sebagaimana diberitakan beberapa media lokal dan nasioanl— mulai dari pelibatan sejumlah PNS, penggunaan fasilitas negara untuk kampanye, dan sebagainya.

Bahkan di tengah masa kampanye yang saat ini tengah berlangsung, ditemukan puluhan spanduk pasangan Ratu Atut-Rano Karno dirusak dan dicopot secara seporadis. Black campaign berupa fitnah yang menyerang pasangan nomor urut satu pun disebar ke masyarakat.

Sangat disayangkan, demokrasi yang menuntut kebebasan berekspresi, berpolitik secara fair dan sportif dicemari oleh limbah busuk tak mendasar. Demi mencapai kemenangan, segala aturan dan pertimbangan moral diabaikan. Rupanya, masih ada politisi yang tidak memahami substansi dari diadakannya pemilihan umum.

Kalau kita cermati ulang, pemilu merupakan kesempatan yang diberikan kepada rakyat untuk memilih pemimpin secara langsung. Pemilu adalah kontrak politik antara rakyat dengan pemimpin yang diberi mandat, sehingga lahir kepemimpinan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Karena itu, pemilu harus dilakukan dengan bebas, jujur, dan adil.

Tanpa proses pemilihan yang bebas, jujur, dan adil, maka pemimpin yang lahir bukan merupakan representasi dari rakyat. Legitimasi yang diperoleh pun patut dipertanyakan. Di sinilah pentingnya proses pemilihanyang demokratis. Menciderai proses itu dengan merusak atribut kampanye, memfitnah lawan, dan lain-lain adalah sikap yang tidak domokratis alias pecundang.

Proses sangat menentukan hasil. Jika proses dilalui dengan curang, maka hasilnya pasti unlegitimate. Di sini kedewasaan dari masing-masing calon sangat menentukan. Bukankah proses demokratis sudah menyediakan kesempatan kepada masing-masing calon untuk berkampanye, bersosialisasi kepada pemilih? Lalu kenapa lebih memilih anarkhis sehingga membuat keadaan tidak kondusif? Sekali lagi, kedewasaan berpolitik sangat dibutuhkan dalam proses demokrasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun