Pemilukada Gubernur Banten 2011 telah berlangsung Sabtu (22/10/2011). Hasilnya pun sudah dapat dilihat melalui penghitungan cepat (quick count). Tiga lembaga survei yakni Lingkaran Survei Indonesia, Konsultan Citra Indonesia, dan Jaringan Suara Indonesiamenempatkan pasangan Atut-Ranodi posisi teratas dengan perolehan suara melampaui 50 persen.
Hasil quick count biasanya tidak jauh beda dengan hasil penghitungan resmi KPU. Apalagi rata-rata margine error kurang lebih hanya 1 persen. Maka sudah bisa dipastikan pasangan Atut-Rano merupakan pemenang di Pemilukada Banten.
Di tengah penghitungan resmi KPU masih berlangsung, pasangan Jazuli-Zakki pindah perhatian ingin membuat pengaduan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tim pasangan nomor urut tiga ini, sebagaimana dilansir salah satu media, sedang bergerak mengumpulkan data-datapelanggaran selama Pemilukada. Kubu Jazuli-Zakki rupanya sudah menyadari kekalahannya dengan hanya menempati peringkat ketiga perolehan suara.
Hal senada juga dihembuskan oleh kubu Wahidin Halim-Irna Narulita (WH-Irna). Tak jarang suara sumbang terdengar dari tim pasangan ini. Juru bicara pasangan nomor urut dua, Jazuli Abdillah menyatakan, siapa pun yang diumumkan KPUD sebagai pemenang, tim WH-Irna akan tetap melakukan gugatan ke MK (Tangerang Ekpress, 23/10/2011). Kubu Wahidin seolah kelabakan menghadapi kenyataan yang menempatkan jagoannya di peringkat dua perolehan suara.
Kedewasaan Berpolitik
Melihat kecenderungan perilaku tersebut, muncul kesan bahwa baik pasangan Jazuli-Zakki maupun WH-Irna bukanlah sosok politisi sejati. Pemilukada yang berjalan tertib, aman, dan demokratis sengaja dibalikkan ke permukaan sebagai Pemilukada yang sarat dengan ‘kecurangan’. Indikasi pelanggaran yang bisa membelit pasangan Atut-Rano (sebagai pemenang versi quick count) dibuat sedemikian rupa tanpa mempertimbangkan kenyataan secara objektif.
Biasanya, kisaran pelanggaran yang sengaja dicari untuk diajukan ke MK meliputi: start kampanye, pelibatan PNS dalam Pemilukada, money politic, dan pengelembungan suara. Jenis pelanggaran model ini memang biasa diperkarakan ke MK dalam semua kasus Pemilukada di Indonesia.
Jika jenis pelanggaran demikian juga menjadi dasar pengaduan ke MK, maka seharusnya kubu Jazuli-Zakki dan WH-Irna mempetimbangkan terlebih dahulu dengan matang. Sebab, data Panwaslu Banten mengungkapkan bahwa pelanggaran paling banyak justru dilakukan WH-Irna.
Jenis pelanggannya bermacam-macam mulai dari pencurian start kampanye, pelibatan PNS, money politik, dan lain-lain. Bahkan pelanggaran itu sudah dilaporkan ke Panwaslu masing-masing daerah kota/kabupaten. Tak terkecuali pelanggaran yang dilakukan Jazuli-Zakki.
Alhasil, jika tujuan pengaduan ke MK adalah untuk mengganjal kemenangan Atut-Rano sehingga digelar Pemilihan Suara Ulang (PSU), maka dipastikan akan sia-sia belaka. Pengaduan itu lebih bersifat senti mental karena frustasi menghadapi kenyataan. Mereka tidak legowo menerima kekalahan mengingat begitu banyaknya pengorbanan yang telah dikeluarkan. Di sinilah kedewasaan berpolitik benar-benar dibutuhkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H