Indonesia negara kaya dengan potensi alam mengundang kecemburuan internasional. Mungkin itulah pengantar yang bisa membuka mata kita akan kondisi saat ini, masa lalu dan ke depan. Kekayaan alam yang membuat rakyat kita nyaman. Kesuburan tanah yang membuat kita makmur. Beberapa dekade yang lalu Ir. Soekarno dalam bukunya "Di Bawah Bendera Revolusi" mengupas perihal pokok persoalan kolonialisasi dan kapitalisasi global.
Eropa melalui revolusi agraria, secara umum, dipengaruhi akan kebutuhan konsumsi makanan di tiap harinya.
Hal itulah yang membuat banyak motivasi pembuatan teknologi untuk mempercepat produksi pangan dan pemenuhan kebutuhan pendukung lainnya. Wilayah Eropa dengan segala kelebihannya, faktanya minim lahan pangan. Besarnya angka Industri modern tidak membuat kita yakin bahwa krisis pangan akan dapat terpenuhi.
Sejarah besar yang membuat imigrasi besar-besaran khusunya -Irlandia dan wilayah eropa timur ke wilayah-wilayah luar. Banyak yang diakibatkan kemiskinan yang tak tertahankan. Pada kondisi iklim dan tanah yang tidak baik, ditimpali dengan kondisi ketidakstabilan sektor spiritual, yaitu pertentangan sektarian internal agama dan antar agama, menambah sulitnya ekonomi karena krisis pangan yang semakin sulit.
Mungkin inilah salah satu latar belakang sejarah akan tulisan Ir. Soekarno bahwa persoalan kolonialisasi dan kapitalisasi itu adalah soal rejeki. Perlu kita garis bawahi dengan seksama, bahwa tulisan 60 tahun yang lalu tersebut, benar-benar terjadi hari ini. Pangan di negara kita mengalami penurunan begitu drastis. Beras yang menjadi budaya konsumsi mayoritas masyarakat, belum lagi gula, daging dan susu yang menjadi faktor penting pendorong inflasi dan standar ketahanan dan kedaulatan pangan. Semakin terkesampingkannya ketahanan pangan dan kedaulatannya, membuat masalah baru bagi kita hari ini.
Solusi era modern adalah bagaimana soal pangan ini terpenuhi. Persoalan rejeki internasional menjadi bagian tak terpisahkan dari teritorial negara kita. Mestinya, kondisi ekonomi dunia yang sedang terpuruk saat ini, yang membutuhkan kebutuhan pokok bahan baku manufaktur dan pangan, dapat memacu Indonesia untuk mencuri peran ekonomi dunia.
Rejeki yang menjadi persoalan kecemburuan dunia maju atau yang ingin maju, ternyata selama kurun waktu 60 tahun tidak menjadikan kita segera bangun dan bangkit mempersiapkan diri. Efek negatif dari persoalan krisis ekonomi global justru tidak memberikan keuntungan bagi negara kita. Konsep besar dari bangunan ekonomi kita adalah bagaiaman mengatasi krisis pangan ke depan. Bagaimana negara harus berpikir bagaimana pangan bisa terpenuhi dari hasil dalam negeri. Sehingga persoalan Rejeki tidak lagi parsial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H