Barangkali sebagian besar masyarakat menganggap bahwa Rumah 'tempat tinggal' adalah tempat yang paling aman, namun disadari atau tidak bahwa 'Rumah' juga merupakan sumber atau mengandung potensi bahaya karena menjadi tempat kerja bagi Pekerja Rumah Tangga (PRT) untuk melakukan aktivitas pekerjaan. Disaat PRT melakukan pekerjaan, tidak menutup kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal bagi PRT itu sendiri dan juga bagi anggota keluarga majikan bahkan mungkin investasi dan barang berharga lainnya.
Banyak contoh yang bisa kita lihat dari berbagai pemberitaan televisi atau media lain. Hampir sebagian besar kebakaran rumah diakibatkan karena kecelakaan kerja (baca: kecerobohan) baik yang dilakukan oleh PRT atau anggota keluarga penghuni rumah. Kerusakan peralatan listrik/elektronik atau kebocoran tabung/selang gas juga diakibatkan ketidaktahuan atau abai terhadap faktor-faktor yang beresiko menyebabkan terjadinya kecelakaan ditempat kerja dan pada akhirnya akan mengancam keselamatan penghuni rumah.Â
Potensi bahaya dalam rumah tangga cukup banyak, seperti kabel listrik mengandung potensi bahaya, jika ada bagian yang terkelupas, maka kabel tersebut beresiko menyebabkan arus pendek yang mungkin berakibat fatal terjadinya kebakaran. Dalam hal ini peran PRT cukup penting untuk mengetahui dan memahami adanya resiko bahaya karena setiap hari mereka berkutat dengan bahaya tersebut, begitu juga dengan kebocoran tabung/selang gas, kebersihan ruang keluarga, dapur, tempat tidur dan kamar mandi, penyimpanan dan penggunaan bahan kimia berbahaya atau mungkin kotoran hewan piaraan, dsb. Semua itu menjadi penting untuk memahami tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam lingkungan rumah tangga, tidak hanya untuk PRT tetapi juga majikan PRT.
Indonesia sudah mempunyai Undang-Undang No. 1/1970 yang mengatur tentang Keselamatan Kerja. UU tersebut mencakup ruang lingkup: (1) setiap tempat dimana terdapat dilakukan usaha, (2) ada orang yang bekerja dan (3) ada bahaya kerja ditempat tersebut. Tempat usaha disini tidak hanya dipahami dalam skala industri tetapi tempat dimana seseorang melakukan aktivitas pekerjaan termasuk PRT yang melakukan pekerjaan-pekerjaan kerumahtanggaan. Namun karena keterbatasan sumber daya termasuk pengawas ketenagakerjaan atau belum adanya undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga, maka sektor rumah tangga tersebut masih menjadi tantangan utama dalam melaksanakan pengawasan K3 ditingkat lapangan.
Jika selama ini pengawasan K3 dilakukan dengan pendekatan 'top down' tentu saja pengawasan pelaksanaan untuk rumah tangga tidak akan pernah bisa dilakukan. Dengan kata lain jangankan mengawasi rumah tangga, untuk sektor formal saja seperti pabrik atau perusahaan masih sangat kurang/terbatas, butuh biaya dan sumber daya yang cukup besar jika harus masuk pada sektor non-formal seperti PRT. Namun supervisi K3 bisa diperluas jangkauannya dengan melibatkan simpul-simpul masyarakat agar dapat memahami dan memberikan pengawasan terhadap pelaksanaan K3 dalam lingkungan rumah tangga, seperti RT/RW, PKK, karang taruna, tokoh agama atau masyarakat, dsb.
Ada pendekatan partisipatif yang mungkin bisa diterapkan dalam masyarakat dengan menggunakan daftar periksa atau checklist, seperti contoh terlampir. Daftar periksa tersebut merupakan alat bantu bagi PRT atau majikan didalam melakukan penilaian secara mandiri dan melakukan perbaikan kerja atau K3 secara sukarela termasuk juga meningkatkan produktivitas kerja PRT.
- https://www.dropbox.com/s/jsoglbf0p18qxcp/A.Penanganan%26PenyimpananMaterial.pdf?dl=0
- https://www.dropbox.com/s/x9r67uer7sbpmuu/B.TempatKerja.pdf?dl=0
- https://www.dropbox.com/s/juv8o14gkdi2mb2/C.Alat%26Mesin.pdf?dl=0
- https://www.dropbox.com/s/8kkkncw52b8d4k9/D.LingkunganFisik.pdf?dl=0
- https://www.dropbox.com/s/bgnwwsg0sikr5ud/E.FasilitasKesejahteraan.pdf?dl=0
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H