Ilustrasi - pekerjaan asisten rumah tangga (Shutterstock)
Seringkali kita mendengar bahwa PRT (pekerja rumah tangga) banyak waktu 'nganggur' ketika majikan sudah berangkat kerja. Waktu sibuk (baca: kerja) PRT adalah pagi hari saat mempersiapkan sarapan, bersih-bersih rumah dan cuci setrika saja setelah itu dianggap sebagai waktu istirahat PRT. Jika mau jujur, anggapan 'waktu istirahat' tersebut, tidak sepenuhnya PRT dapat beristirahat leluasa tanpa ada gangguan, dengan kata lain saat itu mereka 'stand by' atau waktu siaga di mana PRT sewaktu-waktu mereka siap kerja, misalnya terima telpon, mungkin ada tamu, jaga bayi/anak majikan atau antar sesuatu yang tertinggal, dan yang jelas mereka harus menjaga rumah selama majikan pergi bekerja atau beraktivitas di luar rumah.
Waktu siaga ini harus dibayar, sama halnya dengan pekerja lain seperti seorang sekuriti yang menunggu pos jaga selama tidak ada tamu atau perintah atasan, atau seorang sekretaris yang menunggu perintah atasan terkait pekerjaan yang harus diselesaikan. Pekerja kantoran (PNS) juga mempunyai waktu stand by yang cukup banyak atau seorang guru yang sedang menunggu waktu mengajar. Semua itu dianggap sebagai waktu kerja meski mereka tidak melakukan kegiatan kerja, dan itu harus dibayar.Â
Untuk menentukan waktu kerja bagi PRT memang sulit karena belum ada acuan undang-undang atau peraturan yang mengatur sektor pekerjaan rumah tangga (atau pekerja domestik istilah yang digunakan dalam konvensi ILO 189 dan keputusan Menteri ketenagakerjaan RI). Namun, waktu kerja bagi PRT bisa dicatat dan perhitungannya dilakukan pada akhir kerja, misalnya mingguan atau bulanan. Contoh gambar terlampir (daftar tugas harian) bisa membantu melakukan pencatatan waktu kerja bagi PRT. Selain bermanfaat bagi PRT untuk mengetahui total jam kerjanya (harian atau mingguan), tabel tersebut juga bermanfaat bagi majikan untuk mengetahui atau melakukan pengecekan tugas-tugas yang harus dan telah dikerjakan oleh PRT-nya. Â
1. Untuk PRT yang tinggal di luar majikan (live-out). Pengisian tabel relatif lebih mudah dan acuan dasar yang digunakan adalah kontrak atau kesepakatan kerja di awal (saat negosiasi kerja), misalnya 8 jam per hari atau jenis-jenis pekerjaan (mencuci dan setrika, bersih-bersih atau memasak, dsb.). Pekerjaan yang dilakukan di luar (melebihi) jam kerja atau selain jenis pekerjaan yang disepakati, majikan berkewajiban membayar lembur dan besarnya juga harus disepakati saat negosiasi.
2. Untuk PRT yang tinggal bersama majikan (live-in). Hampir sama dengan tabel PRT live out, tetapi ada perhitungan khusus (waktu bebas) di mana PRT benar-benar bebas menggunakan waktu tersebut untuk urusan/keperluan pribadi tanpa terganggu pekerjaan, misalnya istirahat, beribadah, bertemu teman & keluarga atau mengikuti kegiatan sosial/organisasi. Perhitungan waktu kerja adalah total jam kerja yang dilakukan (termasuk waktu siaga atau menunggu rumah) dikurangi waktu bebas. Jika kontrak atau kesepakatan kerja adalah 8 jam, maka selisih total jam kerja dan waktu bebas adalah waktu kerja, dan jika melebihi 8 jam maka majikan harus membayar sebagai upah lembur.
Tentu saja perhitungan di atas harus dilandasi kepercayaan dan kejujuran kedua pihak 'PRT dan majikan' untuk sama-sama mewujudkan keadilan di tempat kerja seperti yang diamanatkan dalam Konvensi ILO 189 tentang kerja layak bagi PRT. Sebelum ada ketetapan resmi Pemerintah Republik Indonesia terkait peraturan waktu kerja dan upah bagi PRT, tabel di atas hanya sebagai alat berlatih menentukan waktu kerja bagi PRT, dan bukan rujukan resmi dari pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H