Seorang anak yang menjajakan Koran dari pagi sampai malam tanpa diupah. Dengan keinginan dan cita-cita yang menjadi semangatnya untuk bekerja.
Â
Panas terik menusuk setiap jengkal kulitnya. Peluh bercucuran tanpa henti akibat panasnya sinar matahari yang setiap hari ia rasakan. Dinginnya hembusan angin malam pun tak luput ia rasakan setiap harinya. Ya, dia adalah seorang anak jalanan yang setiap harinya menjajakan koran di pinggiran lampu lalu lintas ketika lampu lalu lintas berubah warna menjadi merah. Setiap kendaraan yang berhenti ia tawarkan dengan koran-koran miliknya.
Dia adalah Lika. Seorang anak laki-laki dengan perawakan yang kecil, berwajah ceria, dan memiliki kulit yang gelap karena terbakar oleh sinar matahari. Dilihat dari perawakannya yang kecil, tidak disangka ia telah berumur empat belas tahun. Umur empat belas tahun dapat dikatakan sebagai remaja. Dimana masa remaja adalah fase seseorang menuju kedewasaan. Fase dimana seseorang sudah dapat bersikap lebih baik dengan membedakan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk, dan sudah mulai bijaksana dengan pilihan-pilihan yang ada untuk masa depannya.
Lika menjadi penjual Koran ketika ia putus sekolah di kelas 4 SD. Alasan mengapa ia putus sekolah karena tidak adanya biaya untuk melanjutkan sekolahnya. Karena alasan itulah ia menjadi penjual koran dan menjadi anak jalanan. Sebenarnya Lika masih memiliki orangtua. Namun ayahnya hanya bekerja sebagai tukang semen dan ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga. Sehingga ia ingin membantu kedua orangtuanya. Kedua alasan tersebut menjadi dasar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H