Mohon tunggu...
Irra Fachriyanthi
Irra Fachriyanthi Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu 2 putra dan 1 putri yang tinggal di Doha Qatar bersama suami tercinta. Mantan jurnalis majalah remaja yang masih ingin terus menulis!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rindu Ramadan di Kampung Halaman

30 Juni 2015   20:48 Diperbarui: 30 Juni 2015   20:48 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

“Mamah doain sehat selalu, baik-baik saja. Selalu didoain tiap saat, tiap salat.” Suara di ujung telepon itu mulai terdengar bergetar. Sementara mata saya mulai berembun.

“Iya makasih ya Mah. Doain selalu ya Mah,” pinta saya dengan suara yang mulai terbata.

Akhirnya saya pun memutuskan untuk mengakhiri sambungan internasional itu. Saya tahu bila diteruskan, kami berdua akhirnya akan menangis. Saya tidak mau cengeng. Biar saya menikmati kesedihan sendiri. Dan begitulah, setelah telepon ditutup, saya pun tergugu menangis. Saya rindu kedua orangtua saya, adik-adik saya, saudara, kerabat, dan kampung halaman saya. Rindu teramat sangat.

Ramadan tahun ini saya tidak mudik, tidak seperti Ramadan tahun-tahun sebelumnya. Begitu anak-anak liburan summer, biasanya saya langsung berkemas terbang ke pelukan orangtua tercinta. Ya, sudah hampir 9 tahun ini saya mengikuti suami yang kerja di luar negeri. Dua tahun terakhir ini kami tinggal di Doha-Qatar. Dan baru tahun ini, saya tidak mudik karena kondisi saya yang tidak memungkinkan naik pesawat. Ramadan dan Idul Fitri pun akan kami lalui tanpa berkumpul dengan orangtua tercinta dan keluarga besar.

Banyak kawan yang bilang lebih khusuk menjalani Ramadan dan Idul Fitri di tanah Arab dan mereka pun memilih mudik setelah lebaran. Bagi saya rasanya wajib berada di dekat orang tua ketika momen Ramadan apalagi Idul Fitri. Setelah berbulan-bulan hanya mendengarkan suara mereka, maka menatap wajah mereka dan memeluk mereka di saat hari raya sangat penting bagi saya.

Ramadan bersama kedua orangtua selalu berkesan bagi saya. Dan saya ingin anak-anak saya merasakan kedekatan itu dengan kakek-neneknya. Terbayang kala berbuka puasa, kami duduk melingkar di tikar di ruang keluarga. Aneka penganan terhidang, Mulai dari buah-buahan segar sebagai takjil. Lanjut dengan kolak, sirup, dan gorengan. Dari semua makanan itu favorit kami adalah bakwan atau bala-bala buatan mamah dan bapak saya. Rasanya sedap dan kriuk-kriuk renyah. Sampai sekarang saya belum bisa membuat bakwan seenak itu, hehehe....

                                                                    ["menu buka puasa di kampung halaman"]                                                             

Setelah makan utama, kami beramai-ramai pergi ke mushala yang ada di sebelah rumah. Shalat tarawih beserta saudara, kerabat, dan tetangga yang sehari-hari akrab sangat indah sekali. Ada kedekatan yang terasa. Bila tarawih usai, anak-anak ribut mengantre snack yang disediakan bergilir oleh ibu-ibu. Kemudian duduk melingkar di tengah mushala untuk tadarusan, mengeja kalam Illahi walau ada yang masih terbata.

Suasana sahur tak kalah seru dan meriah. Obrog-obrog akan berkeliling kampung membangunkan orang-orang yang terlelap dalam mimpi. Obrog-obrog ini berupa orkes mini dangdut, lengkap dengan organ, kendang, goong, dan penyanyinya. Satu rombongan obrog-obrog terdiri dari 5 sampai 10 orang, mulai dari laki-laki dewasa sampai anak-anak. Tak jarang ada penyanyi wanita yang ikut. Mereka akan berhenti di salah satu halaman rumah lalu mulai melakukan konser. Anak-anak akan keluar menonton kemeriahan itu. Tak jarang ibu-ibu atau bapak-bapak yang meminta lagu khusus untuk dinyanyikan. Ah, saya rindu suasana itu, di tanah Arab tentunya tidak ada kemeriahan itu.

Hal yang juga sangat berkesan dari menjalani Ramadan di kampung halaman adalah acara ngabuburit. Setelah shalat Ashar, kami biasanya pergi ke alun-alun kabupaten, di sana berjejer penjual makanan untuk buka maupun sahur. Beraneka macam kolak, makanan tradisional, gorengan, minuman segar, tersaji menggugah selera. Bagi ibu-ibu yang tidak sempat memasak, tersedia aneka macam lauk pauk tinggal santap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun