Hari itu hasrat untuk menikmati kelezatan HokBen harus tertunda lagi.
Berbuka Bersama Omiyage di Argo Jati
Setelah tiga hari beristirahat di Depok, kami pun melanjutkan perjalanan mudik ke kampung halaman di Majalengka. Naik kereta api menjadi pilihan transportasi mudik kami. Selain cepat dan bebas macet juga mengenalkan kereta api pada anak-anak. Maklum di Qatar, tidak ada kereta api, hehehe....
Pada hari senin, tiket yang masih tersedia adalah kereta api Argo Jati pukul 5 sore. Mau tidak mau kami pun membeli tiket sore dengan konsekuensi buka puasa di perjalanan. Aha, kesempatan nih buka puasa dengan HokBen, seingat saya di stasiun Gambir ada gerai HokBen. Hasil penelusuran di internet membenarkan itu.
Awalnya saya sempat kecewa ketika petugas di HokBen bilang kalau paket Omiyage sudah habis. Namun kemudian entah bagaimana caranya mereka bisa mengusahakan paket itu tersedia. Saya sudah membayangkan putri kami satu-satunya pasti girang melihat edamame, yang merupakan kacang favoritnya. Terima kasih petugas HokBen Stasiun Gambir :)Â
Saya pertama kali mengenal Hokben pada saat kuliah tingkat 2 di Bandung. Ketika itu saya diajak teman kost-an yang sudah saya anggap kakak sendiri merayakan ulang tahunnya. Momen itu seperti dream come true, karena setiap kali melintas di depan resto Hokben itu, saya selalu berkhayal kapan bisa makan di sana, merasakan masakan Jepang yang seumur itu belum pernah saya cicipi. Rasanya saya pengen nangis ketika suapan demi suapan masuk ke mulut saya (bukan lebay). Itu pertama kalinya saya makan memakai sumpit dan Mbak kesayangan saya itu mengajari dengan sabar. Kenangan itu selalu terpatri dalam ingatan yang selalu menghangatkan perasaan acapkali memori itu melintas. I miss you Mbak Diah wherever you are ðŸ˜
Kedua kalinya saya makan di Hokben, diajak kakak sepupu saya. Ketika itu selepas kuliah saya hijrah ke Jakarta dan tinggal bersama kakak sepupu. Momen itu tak terlupakan karena saat itu saya makannya sambil menunduk terus, gugup takut salah memakai sumpitnya, hahaha.... Kenangan itu pun selalu menimbulkan perasaan hangat bila teringat karena kakak sepupu telah banyak membantu saya selama 'menaklukkan' kerasnya Ibu Kota.
Kelak, setelah menikah, saya lalu menularkan kehangatan ala Hokben itu pada anak-anak saya, adik-adik bahkan pada supir yang selalu menemani kami selama mudik ke Indonesia. Reaksi mereka macam-macam dan lucu. Anak-anak kami menyukainya dan menjadikannya makanan favorit. Adik saya biasa saja, tapi kalau ditraktir mah semangat sekali, hahaha.... Kalau mamang supir meringis, katanya doi lebih suka gado-gado (dibanding salad+mayonaise).