Mohon tunggu...
Irfa Fahd Rizal
Irfa Fahd Rizal Mohon Tunggu... -

Seorang manusia bisa yang sedang belajar,serta akan terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Confusius: Pejuang Etika Ditengah Kuasa

22 Desember 2010   12:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:29 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1293020640287209668

Confusius, sebuah nama yang tidak asing lagi ditelinga dunia. Tokoh yang sangat berpengaruh di China pada masa lampau. Sosok Confusius sangat dikenal oleh orang china, baik penduduk China (RRC) sendiri mauapun orang keturunan yang sekarang tersebar di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Confusius yang di adopsi dalam bahasa Indonesia menjadi Kong Hu Cu. Di Indonesia lebih dikenal sebagai salah agama yang diakui negara. Saya sendiri tidak mengetahui bagaimana sejarah agama Kong Hu Cu. Apakah Confusius memang mengajarkan sebuah ajaran agama. Lebih jauh, apakah Confusius-lah yang mendirikan agama Kong Hu Cu, salah satu agama di nusantara seperti yang dikenal. Tulisan ini tidak mencoba mengulas tentang agama tersebut. Disini saya mencoba melihat sosok Confusius dari Film Confusius. Dalam film yang dirilis pada awal tahun ini, tepatnya 28 Januari 2010 tersbut, menceritakan sebuah periode perjalanan tokoh berpengaruh di dunia tersebut. Mungkin sudah terlampau ketinggalan ketika saya mencoba meresenasi atau berpendapat terkait pesan film tersebut. Namun pesan moral dalam kisah Confusius tersebut konteks dengan kondisi negara-bangsa ini. Sosok berpendidikan yang mengajarkan etika yang kemudian dibenturkan dengan realitas politik. Kong Qiu -nama asli Confusius- hidup pada masa sebelum di China disatukan. Terdapat tiga kerajaan besar yang berkuasa, kerajaan Wei, kerajaan Qi, dan kerajaan Lu dimana Kong Qiu berasal. Terlahir dari keluarga biasa, ayahnya bukanlah seorang bangsawan Lu,  hanya seorang tentara kerajaan. Kong Qiu, yang dibintangi oleh Chuw Yun Fat, dikenal sebagai orang yang berpendidikan. Sehingga ia dipanggil oleh para muridnya Guru Kong. Seorang pakar etika yang senantisa mengajarkan kebijaksanaan kepada siapa saja yang berada didekatnya. Oleh karena ke pandaianya Kong Qiu, yang tidak punya darah bangsawan, dipanggil oleh Kaisar Lu. Kaisar kemudian mengangkatnya sebagai menteri hukum. Sebuah jabatan yang tinggi dalam sebuah kekaisaran Lu. Dimana Guru Kong dapat berperan dalam penegakan hukum di wilayah kerajaan. Film garapan sutradara Hun Mei ini mengisahkan Guru Kong ketika menjabat sebagai menteri hukum tidak sekedar meneruskan tradisi hukum kerajaan Lu. Namun melukukan pemebnahan sistem hukum. Ia bahkan tidak segan-segan membela seorang budak yang melarikan diri dari keluarga bangsawan terkemuka. Dengan argumen kemanusiaan ia, berani berbicara dihadapan kaisar Lu dan para menteri lain yang memiliki kuasa dalam sebuah pertemuan kerajaan. Ia berani melawan tradisi menghilangkan nyawa tanpa alasan. Hal ini mengajarkan bagaimana seharusnya kita mengibarkan bendera kemanusiaan, walau harus berhadapan dengan pihak penguasa. Menyadari potensi Kong Qiu, kerajaan Qi, salah satu kerajaan besar lainnya merencanakan penangkapan Kong Qiu dan kaisar Lu. Rencana Qi itu ditutupi dengan ajakan pertemuan kedua negara dengan agenda pembentukan aliansi kedua kerajaan. Namun rencana gagal, karena Kong Qiu yang dianggap sebagai orang yang cuma tahu tentang etika dan tidak tahu apa-apa tentang kemiliteran. Ternyata telah memperhitungkan kemungkinan penghianatan Qi tersebut, dan mengunakan keceridikanya. Kepandaian Guru Kong, benar-benar diakui oleh kaisar Lu, dengan mengangkatnya sebagai mentri dalam negeri. Sebuah posisi strategis, dalam sebuah kerajaan. Wilayah Lu kini menjadi garapanya, tak terkecuali daerah yang dikuasai oleh para bangsawan kaya. Menjadi agenda besarnya adalah menghilangkan kekuasaan tiga bangsawan besar di Lu. Tiga bangsawan besar yang mengusai tiga kota. Tiga bangsawan tersebut telah menjadikan kota yang mereka tinggali seolah miliki mereka sendiri. Kalau menilik apa yang sekarang sedang terjadi di Indonesia adalah, para pengusaha besar yang menjadikan negara sebagai sapi perahnya. Mereka mengamankan kepentingan dengan cara memasuki panggung-panggung politik. Seorang Guru Kong mencoba melawan hegemoni besar tersbut.  Bahkan sebetulnya seorang kaisar Lu pun tidak berani merong-rong kepentingan para bangsawan tersebut. Bukanya sukses, Kong Qiu yang awalnya mendapat dukungan penuh kisar Lu, kemudian kaisar mengurungkan niatnya oleh karena takut adanya perlawanan para bangsawan besar tersebut ketika kepentinganya terusik. Tiba lah waktu dimana visi Kong Qiu yang memperjuangkan kebijaksanaan mendapatkan jalan yang tidak mulus. Ilmu pengetahuan, kesantunan, kebijaksanaan dan segala kelebihanya kemudian tidak terfikirkan lagi oleh karena kepentingan para bangsawan terusik. Sehingga berbagai cara dilakukan untuk menyingkirkanya. Kong Qiu diasingkan dari Lu dan mengembara bersama beberapa muridnya. Dalam pengembaraan ini, Guru Kong selalu mengajarkan ilmunya kepada murid-muridnya. Secara konsisten ia terus mengajar dan mengajar. Kepandaianya tidak digunakan hanya untuk memperoleh materi sesaat semata maupu kekuasaan. Padahal selain di Lu, kerajaan Wei pun menawarkan kemewahan sebuah kehidupan, namun ia memilih terus mengajarkan idealismenya. Sebuah pelajaran yang menarik, disaat para intelektual bangsa Indonesia haus kekuasaan dan harta. Para aktivis dimasa mudanya, menjadi mahluk yang jinak pada ketidakadilan ketika menjadi politisi oleh karena posisi pribadi mereka telah aman. Orang-orang terdidik tidak mengedapankan kemakmuran dan kepentingan nasional bangsanya untuk waktu yang sangat panjang oleh karena telah mendapatkan gaji yang besar dari proyek-proyek asing yang sebernarnya merugikan bangsa. Confusius mengajarkan pada kita, perjuangan yang sesungguhnya. Bukan sekedar memperjuangkan diri sendiri, keluarga, maupun kepentingan kelompoknya. Namun bagaimana memeperjuangkan masyarakat sampai akhir. Hingga mendobrak kekuatan pengusa pun ia lakukan. Menjelang penghujung tahun, 22 Des 2010, Irfa F. Rizal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun