Mohon tunggu...
Irfa Fahd Rizal
Irfa Fahd Rizal Mohon Tunggu... -

Seorang manusia bisa yang sedang belajar,serta akan terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filosofi Teko dalam Sebuah Kehidupan

10 Mei 2010   09:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:17 3748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Teko atau ceret merupakan benda yang dekat dengan kehidupan kita. Secara umum teko diartikan tempat air minum. Jika dilihat dari bahanya teko dapat terbuat dari besi, plastik, tembaga, tanah liat dll. Sebagaiman sebuah minuman, dapat disajikan dalam keadaan panas, hangat, adem, maupun dingin. Kemudian kualitas bahan teko-lah yang menentukan apakah minuman dingin dalam teko dapat bertahan lama. Begitu juga bagaimana panasnya minuman dalam sebuah teko apakah akan terjaga atau tidak akan dipengaruhi oleh kualitas teko tersebut. Terdapat aneka ragam minuman yang dapat diwadahi dalam sebuah teko. Berbagai minuman mulai dari air putih, teh, kopi, susu, capuccino, jus, soft drink, bahkan minuman keras, sah-sah saja dimasukkan dalam teko. Penggunaan teko dirasa lebih praktis karena dapat menampung dalam jumlah yang lebih banyak (misalnya kalau dibandingkan dengan botol), dan tidak terlalu banyak (jika dibandingkan dengan galon.hehe), serta tentu lebih mudah untuk kemudian menuangkan air minum ke gelas, cangkir dsb. Isi teko bisa saja terlihat, bisa juga tidak. Tergantung dari bahan yang dipakai, apakah plastik tipis, kaca, tanah liat atau besi. Entah isi teko terlihat atau tidak, yang jelas filosofi teko adalah apa yang keluar ketika teko tersebut dituangkan merupakan isi teko itu. Teko yang berisi kopi, ketika dituangkan, tentu akan keluar kopi. Teko yang berisi air jeruk, tidak mungkin ketika dituangkan dalam sebuah gelas menjadi susu. Teko yang berisi alkohol, kemudian didiamkan selama 10 hari, baru kemudian dituangkan, yang keluar adalah alkohol. Jika sebuah teko memunculkan apa yang dalam teko tersebut dengan dituangkan, pada manusia mengeluarkan apa yang terdapat dalam dirinya dengan perbuatan, tulisan, maupun ucapan. Jika kita sulit untuk mengobservasi perilaku orang maupun hasil karyanya (misalnya gambar, lukisan, patung, tulisan dsb), yang paling mudah adalah apa yang banyak diucapkan. Kalau didunia tulis menulis, maupun blogger, para penulis yang terlalu sering membahas tentang tindakan kriminal, maka kemungkinan besar apa yang ada diotaknya adalah dunia kriminal (entah dia sebagai pengamat maupun pelaku). Terus bagaimana orang yang sering menceritakan hal yang porno lewat tulisanya? yah, bisa ditebak. Kemudian dalam kehidupan bermasyarakat, melalui obrolan-obrolan, diskusi-diskusi, dan sekedar omongan-omongan keseharian, apa yang keluar dari mulut seseorang kira-kira itulah apa yang dia fikirkan. Mungkin sesekali atau beberapa kali seorang perampok akan berbicara yang baik-baik. Namun jika dia kembali pada kelompoknya yang waktunya lebih banyak dihabiskan dengan kawanannya itu, tentu perencanaan, keinginan dan hasrat berbuat jahatlah yang mendominasi mulutnya. Termasuk disini orang yang jatuh cinta, bagaimanapun ia menyembunyikan perasaan pada seseorang. Kemudian akan mengarahkan sikap, perkataan, maupun tindakan yang menjadi indikator ia sedang jatuh cinta dengan siapa?. Dalam relasi pertemanan, bisanya kita akan dapat menghafal, siapa saja yang "hampir" tiap detik ucapanya merendahkan orang. Secara umum kita juga dapat merasakan beberapa orang yang tinggi intensitasnya mengeluarkan kata-kata "kotor". Yah, yang seperti itu mungkin menjadi indikator tersendiri dari apa yang ada dalam diri seseorang (hati dan fikiranya). Bak teko berisi teh yang mengeluarkan teh, seperti itulah manusia. Walau memang tidak sepersis teko yang mengeluarkan sesuatu sama dengan yang ada didalamnya. Karena memang manusia mahluk yang rumit, namun jika kadar yang dikeluarkan (lewat omongan dsb) itu tinggi, tentu itu menjadi tanda tersendiri.[ifr]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun