Pertama harus memahami apa itu deflasi, Deflasi adalah kondisi dimana harga barang dan jasa secara umum mengalami penurunan dalam jangka waktu tertentu. Meskipun, tampak menguntungkan harga barang turun, namun dapat menjadi indikator masalah ekonomi yang lebih dalam.
Deflasi seringkali dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil atau bahkan krisis. Seperti halnya yang terjadi saat krisis moneter 1998, deflasi diakibatkan terunnya daya minat masyarakat untuk membeli barang dan keadaaan ekonomi yang sedang kacau. Dampak deflasi terhadap ekonomi dan individu sangat kompleks yang bergantung pada berbagai faktor.
Deflasi, meskipun tampak menguntungkan bagi konsumen karena harga barang menjadi lebih murah, sebenarnya dapat merugikan perekonomian secara keseluruhan. Ketika harga barang dan jasa secara umum mengalami penurunan, pendapatan perusahaan juga cenderung menurun, terutama jika perusahaan tidak mampu menurunkan biaya produksi secepat penurunan harga jual. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan keuntungan perusahaan, bahkan hingga kerugian. Akibatnya, perusahaan mungkin mengurangi produksi, melakukan PHK, atau bahkan gulung tikar.
Penurunan produksi dan PHK akan berdampak pada penurunan permintaan agregat, yang kemudian akan memperparah deflasi. Selain itu, deflasi juga dapat menyebabkan peningkatan beban utang riil bagi perusahaan dan individu, karena nilai uang yang digunakan untuk membayar utang menjadi lebih tinggi. Kondisi ini dapat menghambat investasi dan konsumsi, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Tetapi menurut Sri Mulyani sebagai menteri keuangan, deflasi yang terjadi disebabkan oleh adanya penurunan harga pangan, yang memang menjadi perhatian pemerintah. harga pangan yang turun memang diupayakan, sebab sebelumnya inflasi dari unsur harga pangan cukup tinggi terutama dari beras, kemudian terdapat El Nino.
badan pusat statistik (BPS) mencatat deflasi Agustus 2024 sebesar 0,03% secara bulanan. sedangkan secara tahun (year on your/you) mencatat inflasi 2,12%. deflasi terjadi berlangsung sejak Mei 2024, dengan rincian deflasi 0,03% pada Mei, 0,08% pada Juni, 0,18% pada Juli, 0,03% pada Agustus, dan 0,12% pada September. deflasi 5 bulan beruntun kali ini menjadi deflasi terpanjang setelah deflasi beruntun yang terjadi usai krisis yakni 7 bulan beruntun.
PLT kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan angka deflasi yang diperoleh BPS mengacu pada indeks harga konsumen (IHK), di mana faktor yang mempengaruhi adalah biaya produksi hingga kondisi suplai. sehingga BPS tidak mengaitkan data deflasi dengan dugaan penurunan daya beli masyarakat.
Namun, dia menyatakan pihaknya akan mendalami lebih lanjut trend deflasi ini, apakah memang ada kaitannya dengan fenomena daya beli masyarakat atau hanya pergerakan dari sisi penawaran. Melainkan lebih kepada pergerakan harga volatile food. Terjadi delasi disebabkan komponen harga bergejolak, sedangkan pelemahan daya beli seharusnya tercermin dalam inflasi inti, yang hingga September 2024 masih menunjukan angka positif. Penurunan harga-harga alias deflasi karena harga pangan turun itu tren yang positif. meski begitu, pemerintah tetap akan waspada pada pergerakan inflasi kedepannya.
Tren deflasi ini juga dipicu oleh masyarakat yang menahan diri untuk berbelanja. Ketidakpastian ekonomi dan penurunan daya beli membuat konsumen lebih memilih untuk mengurangi pengeluaran mereka. Hal ini berkontribusi pada penurunan permintaan barang dan jasa, yang pada gilirannya memaksa produsen untuk menurunkan harga agar tetap kompetitif. Dengan demikian, meskipun penurunan harga pangan memberikan dampak positif dalam jangka pendek, siklus ini dapat memperburuk keengganan konsumen untuk berbelanja, berpotensi memperpanjang periode deflasi. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk memantau kondisi ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan konsumsi di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H