Kawasan pantai selatan Manggarai Timur adalah surga masa depan pariwisata. Kawasan dengan panjang garis pantai sekitar limapuluh (50) kilometer yang membentang dari Wemusur (Sita Selatan) hingga Waewole (Waelengga) ini menjadi objek wisata bahari yang menjanjikan. Eksotisme pantai dan bentangan pasir putih yang ada di beberapa titik kawasan ini, seperti S(C)epi Watu, Marokama/Mbo Ndei, Nanga Rawa, Watu Kodhi, dan Wae Wole bakal menjadi objek wisata bahari andalan yang bisa menyaingi daya tarik Pantai Sanur dan Kuta, Bali.
Selain eksotisme Pantai dengan bentangan pasir putih yang cukup panjang, kawasan Pantai Selatan Rongga atau yang akrab disebut PANSER oleh kalangan muda Rongga ini, syarat dengan peninggalan bersejarah, seperti benteng-benteng peninggalan perang dan pemukiman tua Rongga zaman dahulu.
Selama ini baru kawasan S(C)epi Watu dan Wae Wole yang ramai dikunjungi warga. Akses yang mudah dan tersedianya berbagai sarana menjadi alasan utama yang membuat masyarakat setempat lebih memilih kawasan ini untuk menghabiskan akhir pekan atau hari libur. Sementara kawasan Pantai Marokama, Mbo Ndei dan Tiwu Toro belum dilirik karena akses jalan raya yang kurang menunjang.
Ketiga kawasan ini selain memiliki eksotisme pantai dan pasir putih yang menkjubkan, di masa lalu menjadi sentra tumbuhnya budaya bahari di kalangan orang Rongga. Dari ketiganya, salah satu pantai yang memiliki daya pikat adalah Marokama/ Mbo Ndei. Lokasinya terletak sebelah Selatan Kisol, kurang lebih delapan kilometer. Untuk menjangkau kawasan ini, para pengunjung bisa menggunakan sepeda motor dari Kisol dengan lama perjalanan setengah jam atau dari arah Borong dapat ditempuh dengan menyusuri jalan bebatuan yang baru dirintis kira-kira satu jam perjalanan menggunakan kendaraan roda dua.
Pantai ini selain memiliki bentangan pasir putih sepanjang satu kilometer juga bisa diandalkan sebagai surga bagi para peselancar karena memiliki tujuh gulungan ombak, yang menyerupai pantai Nembrala, Rote Ndao. Karena gulungan ombaknya yang tinggi maka pantai ini kerap dianggap seram karena kerap memakan korban
Para pengunjung pantai Marokama, bisa menyaksikan semburat merah mentari yang menampakkan dirinya di atas puncak Ine Rie di pagi hari. Jelang siang, dua atau tigapeternak/penggembala sapi tampak menghantar kawanan sapi menuju sumur Mbondei menyusuri tepi pantai ini. Di kala senja pemandangan sun set di ufuk Barat perlahan tenggelam persis di puncak gunung Mules, Iteng, Manggarai.
Tak jauh dari kawasan Pantai ini terdapat sumur tua, milik Almarhum Fransiskus Xaverius Epa, yang dulu dipakai untuk menghidupkan ternak sapinya. Tahun1966, sumur ini ditutup pihak Seminari Pius XII Kisol dan diganti dengan sumur baru yang dipakai untuk kebutuhan peternakan. Padang yang masih cukup luas, membuat sebagian warga Kisol menjadikan kawasan ini sebagai ladang gembala. Lokasinya yang nyaris tak memiliki sumber air menyebabkan orang Rongga lebih memilih lembah Kisol sebagai kawasan pemukiman.
Jejak Budaya Bahari Rongga
Jaman dahulu, Mbo Ndei merupakan tempat favorit bagi para nelayan Rongga menjemur hasil tangkapannya sekaligus membangun perkemahan. Bentangan peisisir pantai yang luas sangat digemari anak-anak untuk bermain bola dan berekreasi di hari libur. Duapuluh tahun lalu kegemaran anak-anak usia sekolah atau perantau asal Kisol pada pantai ini tampak dalam kunjungan yang bergelombang setiap memasuki bulan Juni dan Juli.
Bergesernya kebudayaan bahari Rongga selama tiga puluh tahun terakhir ini ke arah pertanian membuat kawasan ini mulai jarang dikunjungi. Kebijakan pembukaan kawasan hutan Koe Wae dan Mbo Lopi tahun 1989/1990 dibawa komando kepala desa Antonius Gelang turut memudar pesona kawasan ini. Dalam sepuluh tahun terakhir setelah kawasan Koe wae dan Mbo Lopi mulai dipenuhi tanaman warga , Pantai Marokama pun mulai bersolek. Bagi pengunjung yang ingin merasakan tapak sejarah Bahari Rongga, maka kunjungan wisata di kawasan ini bisa dilakukan pada sore hingga malam hari dengan membawa perbekalan yang cukup serta peralatan kemah.
Biasanya pada pukul 19.00 para pencari kerang atau kima dalam bahasa setempat, akan menyusuri arah barat Pantai ini memburu kerang yang biasanya banyak ditemukan di sela-sela batu. Alat yang dipakai adalah besi seukuran setengah meter. Pada bagian ujung besi diruncing guna membantu mengangkat kerang yang melekat pada bebatuan.
Penangkapan kerang dalam kebiasaan orang Rongga, biasanya dilakukan pada hari-hari tertentu setiap bulan. Kecakapan membaca gejala alam atau ilmu perbintangan kuno menjadi modal utama bagi para pencari kerang atau nelayan penangkap ikan bila ingin mendapatkan hasil tangkapan yang memuaskan.