Dalam artikel saya "Sejuta Pohon untuk Bumi Tercinta", ada komentar menarik dari bung Aldy M. Aripin. Rasanya sayang dilewatkan begitu saja. Bukan berarti komentar rekan-rekan Kompasianer yang lain tidak berarti, semua memberi makna tersendiri, kok! Jika tidak ada yang berkomentar, rasanya sepiiii…**
Begini komentar Bung Aldy: "Mbak Irene, beberapa waktu yang lalu saya ikut dalam program menanam sejuta pohon, kalau nggak salah digagas kementrian kehutanan (waktu itu), tapi sepertinya tidak diikuti dengan gerakan memelihara pohon, akibatnya sudah ditanam ya sudah...bahkan sekarang lokasi tersebut malah digusur untuk bangunan....menyedihkan."
Sebetulnya itulah keprihatinan saya yang mendorong saya menulis artikel saya kali ini.
Sangat patut disayangkan bahwa suatu usaha penanam pohon yang digagas dalam Program Menanam Sejuta Pohon, dibiarkan begitu saja, tidak diikuti dengan perawatan yang baik. Ironisnya lagi, lahan yang sudah ditanami kemudian beralih fungsi, menjadi lahan bangunan.
Program tersebut digagas oleh suatu Kementerian, berarti bukan program main-main. Mengapa sesudah pohon ditanam dibiarkan saja?  Malah akhirnya digusur pula untuk menjadi lahan bangunan? Betapa ruginya! Ya, tujuan penanaman tidak tercapai dan kerugian materiel, silahkan hitung sendiri!
Sudah menjadi kebiasaan, kita sangat bersemangat melakukan suatu gerakan seremonial dan sesudah itu semua lupa. Kegiatan hanya terbatas seremonial tanpa esensi.
Ingat gerakan biopori beberapa tahun lalu?! Nasibnya kurang lebih sama. Taman dipenuhi undangan dan aksi pembuatan lubang biopori dilakukan dengan penuh semangat. Upacaranya waah, dihadiri Ibu Fauzi Bowo, istri Gubernur DKI Jakarta waktu itu. (Kalau tidak salah, ya. Soalnya saya cuma ngintip-ngintip, tidak kebagian undangan. Hehehe...)
Sebulan setelah seremoni, masih adakah bekasnya?! Apalagi sekarang, tidak ada lagi yang tahu, apa itu biopori.
Seremoni, gebrakan besar-besaran, tentu saja baik... Tapi, hendaknya diimbangi dengan informasi yang memberi pemahaman akan apa dan mengapa kegiatan itu dilakukan. Hendaknya kegiatan itu dilanjutkan terus menerus, termasuk pengawasan pemeliharaannya. Ini tentu kalau  kita memang bersungguh-sungguh mau berhasil mencapai tujuan.
Masyarakat yang tidak terjaring kerja dalam program, jangan hanya jadi penonton. Kita tetap punya kewajiban dan tanggung jawab untuk ikut serta melestarikan lingkungan.
Coba bayangkan, satu rumah menanam satu pohon, yang akan berbiak menjadi dua dan seterusnya. Satu Kelurahan saja sudah berapa pohon yang tertanam. Dibandingkan dengan yang ditanam rame-rame, tapi dibiarkan mati?! Menurut anda, berhasil yang mana, ya?!