Setiap tanggal 22 Desember kalangan peranakan Tionghoa selalu merayakannya sebagai Hari Makan Onde-Onde, yang dalam bahasa Makassar kami menyebutnya Allo Pangnganreang Onde-Onde.
Tidak seperti hari-hari ritual lain yang selalu ditandai memakai kalender Imlek, sehingga tanggal Masehinya selalu berubah, Allo Pangganreang Onde-onde selalu di tanggal 22 Desember.  Jadi yang satu ini unik sendiri. Entah kenapa ya?!
Karena kesibukan akhir tahun, saya nyaris lupa hari yang dulu selalu saya nantikan.
Iya selalu saya nantikan karena saya sangat menyukai onde-onde buatan ibu saya.
Sudah lama saya tidak menulis, pasca saya operasi nefrektomi (Kalau tidak salah  baru dua artikel yang saya bagikan. Nah, semoga hari ini bisa membangkitkan kembali hasrat saya untuk berbagi cerita.
Secara nasional, 22 Desember adalah peringatan Hari Ibu. Maka saya jadi sangat merindukan saat saya masih kecil dulu, di mana saya selalu menunggu tanggal ini bukan untuk merayakan Hari Ibu tapi menantikan masakan onde-onde buatan Ibu yang saya rasa terhebat dan terenak. Ya, sampai sekarang, walau Ibu sudah lama tiada.
Dulu saya tidak tahu, apa itu Hari Ibu. Kelak baru saya tahu maksudnya tapi sayang sepertinya saya tidak pernah memperlakukan Ibu secara khusus pada hari itu.
Ketika saya sedang terkenang Ibu saya, saya mendapat kiriman foto dari seorang sahabat saya, Lanny, yang baru saja selesai melaksanakan ritual Paka'do' Onde-Onde (sembahyang onde-onde).Â
Saya teringat di rumah kami dulu, sehabis melakukan upacara sembahyang, kami akan membagi onde-onde itu berpasangan alias dua biji dan meletakkan di tempat tempat tertentu. Umpana di pintu masuk rumah, di pintu dapur, di pintu kamar makan dan lain-lain. Tentu saja ditaruh di pinggiran supaya tidak terinjak.