Kamar 420? Apakah itu sebuah kamar hotel? Bukan! Sebenarnya kamar 420 adalah sebuah kamar di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Mungkin karena hari ini hari Kartini, jadi saya teringat pada teman-teman sekamar di kamar 420 yang tegar berjuang melawan penyakit masing-masing.
Bagaimana kisah saya bisa menghuni kamar 420? Begini kisahnya...
Hari itu tanggal 3 April 2018. Ketika saya dan suami sedang sarapan, saya menerima pesan melalui WhatsApp dari RSCM. Isinya meminta kami datang untuk mengambil Surat Perintah Rawat (SPR).
Saya dijadwal untuk operasi pada hari berikutnya yaitu hari Rabu, tanggal 4 April 2018. Setelah SPR di tangan saya harus menghadap Case Manager yang berada di lantai 3 RSCM.
Di sana saya diberitahu, bila setuju, saya akan dirawat di kelas 3 karena kelas 1 penuh. Ya... apa boleh buat, saya harus setuju karena DR Ponco Birowo Sp.U sudah memberi jadwal. Tidak setuju berarti tunda jadwal. Akankah nanti saya mendapat kamar kelas 1? Belum tentu juga.
Maka dengan perasaan was-was saya setuju ditempatkan di kamar kelas 3. Saya sangat stress membayangkan kamar yang bakal saya tempati.
Ketika lapor tiba kepada Pak Satpam Gedung A RSCM, saya ditanya kamar berapa yang saya tuju? Saya tidak tahu! Ketika Pak Satpam menunjukkan nomor kamar yang tertera pada surat yang saya pegang, saya tidak bisa membacanya, malah tidak melihat apa-apa yang tertulis. Oh ternyata kamar saya nomor 420.
Perawat mengantar saya ke kamar rawat 420. Saat itu barulah saya merasa lega karena disambut dengan gembira oleh penghuni kamar yang sudah lebih dahulu masuk.
Saya dipersilahkan menempati bed 420 C. Rupanya ada 6 bed di sini. Suasana nyaman dengan AC yang memadai. Berangsur cairlah perasaan saya. Rasa dongkol itu sudah hilang.
Malam pertama di 420, saya ditemani putra saya. Malam itu ketika kamar sudah mulai sunyi, walau masih ada bisik-bisik diantara para pasien dan penunggunya, masuk serombongan dokter "menginterogasi" salah seorang pasien. Putra saya tiba-tiba ngorok lumayan keras sampai penunggu tetangga sebelah berkata, "Kok bisa tiba-tiba ngorok?"
Ketika para dokter itu meninggalkan ruangan, suara ngorok pun berhenti. Ibu tetangga berkata lagi, "Om tadi pura pura tidur ya?!" Kami pun semua tertawa.