Penggemar maupun yang anti lumpia Semarang, sama-sama pasti maklum akan "bau khas" dari rebung isi lumpia ini. Yang anti "bau khas" itu, salah satunya adalah mantu saya.
Mantu saya ini, dari dulu tidak pernah mau mencicipi apalagi menyantap, apa pun yang berbahan baku rebung. Alasannya, dia nggak suka baunya.
Apa pun juga, usaha kami untuk meyakinkan dia, bahwa rebung buatan saya tidak berbau, tidak ada bau yang tidak dia sukai itu, tetap saja dia tidak percaya.
Padahal, keluarga kami sangat doyan makan rebung, karena itu saya menanam bambu, supaya selalu bisa panen rebung. Oh iya, buat yang belum tahu, rebung itu adalah tunas muda dari tanaman bambu, yang bisa dibuat berbagai masakan yang enak. Tentu saja, kan saya yang bilang, pasti saya bilangnya enak, ya?!
Suatu sore belum lama ini, dia mampir ke rumah kami untuk menjemput isterinya, tapi isterinya belum nongol. Kami biasanya makan malam pada sore hari. Kebetulan sore itu, saya hanya memasak tumis rebung dan dendeng balado.
Sebetulnya, saya mau menumis sayur yang lain untuk dia, tapi dia menolak, katanya seadanya saja.
Ternyata dia tidak sadar bahwa yang tersaji itu adalah tumis rebung. Mungkin karena tersamar oleh irisan telur dadar dan karena sudah telanjur apriori dengan rebung, dia tidak pernah memperhatikan penampilan masakan rebung saya.
Singkat cerita, dia makan dengan lahap, apalagi ada dendeng balado. Hahaha...siapa dulu dong yang bikin...! Berarti tumis rebung saya, enak…, kan?!
Ketika isterinya datang dan mengetahui suaminya sudah turut menyantap tumis rebung, dia tertawa terpingkal-pingkal. Mantu saya hanya melongo, penuh keheranan.
Setelah menyadari apa yang telah terjadi, dia hanya bisa tersipu dan berkata," Kok, enak ya dan tidak bau.”
Makanya, seandainya dari dulu dia percaya, dia tidak perlu menanggung "kerugian" tidak menyantap masakan rebung saya yang enak-enak. Namun jangan terlalu cepat percaya, karena yang bilang enak, itu kan saya sendiri. Hehehe...