Mohon tunggu...
Irene Gardenia
Irene Gardenia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jakarta

18 Januari 2017   15:11 Diperbarui: 18 Januari 2017   16:17 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti biasa, pagi ini kubuat kopi hitam tanpa gula. Kunikmati dengan pisang goreng buatan ibuku. Setelah itu aku menyiapkan pakaian, CV, dan surat lamaran kerjaku. Kemana lagi aku akan melamar kerja hari ini? Pikirku sembari bersiap-siap. Sesaat setelah bersiap, akupun memesan ojek onlineuntuk berburu pekerjaan hari ini. “Aku harus mendapatkan pekerjaan hari ini, tidak ada yang sia-sia.” Pikirku sembari memotivasi diri sendiri.

Setelah ojek onlinedatang, akupun memintanya untuk memacu motornya ke arah Kuningan. Meluncur dari timur ibukota, kami harus melewati padatnya Banjir Kanal Timur (atau biasa disebut BKT) yang telah menjadi rutinitas sehari-hari. Sesampainya di ujung BKT, terdapat Pasar Gembrong yang merupakan pusat belanja mainan anak. Disana, entah mengapa selalu terjadi kemacetan saat akan memasuki underpass setiap pagi. Jujur, aku lelah saat harus melewati daerah ini. Aku tidak bisa memperhitungkan kapan aku akan tiba ke tempat tujuan saat harus berkecimpung dengan kemacetan.

Keluar dari underpass keadaan juga tidak membaik. Fly over yang berjarak dekat dengan underpass menjadi terasa jauh karena kemacetan yang terjadi. Kulihat orang-orang memasang raut wajah stress, ada juga seorang wanita yang make-upnya sampai luntur karena macet. Duh, untung aku selalu memakai make-upsaat telah sampai tujuan, ucapku dalam hati. Asap yang disebabkan oleh kendaraan juga semakin menjadi dengan ditambahnya asap dari rokok yang dinyalakan para pengendara. Tidak hanya orang-orang yang mengendarai mobil, para pengendara motor juga merokok. Aku rasa mereka stress menghadapi macetnya ibukota. Pantas saja tingkat polusi di Jakarta terus meningkat.

Satu-dua pedagang mulai menjajakan barang dagangannya. Air minum, kacang, tahu, tisu, dan keripik merupakan hal yang umum dijual pada kondisi macet seperti ini. Terdapat pula yang menjual rokok dan permen, berharap ada yang mau membeli dagangannya. Aku selalu tertarik melihatnya, kreatif bagaimana mereka (para pedagang) seakan mengetahui kebutuhan orang-orang yang terkena macet.

Saat berada di fly over, aku melihat kebawah arah Otista. Tidak lebih baik karena macetnya lebih parah. Kulihat jalan kecil yang semakin kecil karena terpotong jalur Trans Jakarta. Hal ini membuatku berpikir “buat apa Trans Jakarta diciptakan kalau malah membuat tambah macet? Seharusnya pemerintah membuat MRT atau kereta api bawah tanah saja untuk mempermudah kendaraan umum namun tidak mengganggu jalan pribadi.” Gumamku dalam hati.

Setelah melewati fly over, kulihat daerah Bukit Duri yang selama ini selalu kebanjiran saat musim hujan tiba tidak terkena banjir. Akupun mengapresiasi pemerintah untuk hal ini. Beberapa tahun belakangan saat melewati daerah Bukit Duri, pasti terlihat tenggelam hingga ke atap rumah setiap kali hujan turun dengan deras. Beberapa tempat yang kudatangi akhir-akhir ini juga tidak terkena banjir yang massif saat hujan deras mengguyur ibukota beberapa hari ini. Padahal biasanya tempat-tempat tersebut menjadi tempat langganan banjir.

Menelusuri macet yang tidak ada habisnya sampai Kuningan. Dengan jarak tempuh yang sama, bila tidak macet aku bisa mencapai kuningan hanya dalam waktu 15-30 menit dari rumahku. Tapi karena kemacetan yang selalu terjadi tiap pagi ini aku bisa menghabiskan 60 hingga 90 menit di jalan. Kalau dipikir-pikir waktu 60 menit sudah dapat kupakai untuk ke Bogor atau Tangerang Selatan!

Hari ini aku datang ke salah satu perusahaan swasta. Sesampainya disana aku langsung menuju ke toilet. Bukan untuk membuang hajat, namun sekedar berdandan mempercantik diri. Selesai berdandan, aku menghampiri meja resepsionis untuk menaruh berkas lamaran kerjaku. Sayangnya perusahaan ini ternyata sedang tidak membuka lowongan kerja. Akupun keluar dari gedung tersebut, beralih ke gedung sebelahnya. Disini nasibku lebih baik, karena berkas lamaranku diterima. Saat akan pergi sang resepsionis bertanya padaku “kenapa nggak lewat email aja mbak?” yang hanya kubalas dengan senyum.

Kenapa tidak lewat email? Aku adalah seseorang yang old fashioned. Aku lebih suka berpetualang mencari pekerjaan disbanding harus duduk diam menunggu balasan email. Ya mungkin aku hanya orang yang suka jalan-jalan. Toh dengan begitu ibuku akan tetap memberiku uang jajan. Gedung demi gedung telah kusinggahi untuk sekedar menaruh berkas lamaran. Ada yang mau menerima, ada yang tidak, tidak sedikit  pula yang menyuruhku mengirim email langsung ke mereka. Golongan yang terakhir selalu membuatku kesal, aku sudah jauh-jauh datang malah disuruh mengirim email.

Saat makan siang aku memutuskan untuk membeli nasi padang di lapangan samping gedung Bellagio. Bukan karena enak, akan tetapi karena murah. Saat itulah aku mendengar curhatan ibu-ibu penjual minuman kepada temannya. Ia mengeluhkan sulitnya membiayai anak. Aku tertegun, bukankah sekolah anak gratis saat ini? Saat aku tanya kepada ibu tersebut, ia menjawab dengan pilu “ya sekolah mah emang gratis neng, tapi kan seragamnya mah beda. Kan gak mungkin kita kasih baju lama terus-terusan neng. Buku-buku juga kan mahal neng, tiap tahun perlu buku tulis baru. Sepatu, kaos kaki juga kan gak bisa dipake terus-terusan neng.”

Disini aku seperti merndapat tamparan keras, ternyata sesulit ini perjuangan orang-tua ku menyekolahkanku hingga mendapat gelar sarjana?! Seketika air mate mengalir perlahan. Setelah membeli minuman dari ibu tersebut, aku melanjutkan perjuangan mencari kerja. “aku harus dapat pekerjaan!” motivasiku semakin meningkat setelah berbicara dengan ibu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun