Â
Dalam suatu Pemilihan Umum, peran masyarakat menjadi bagian integral dan substansial dalam penyelenggaraan Pemilu yang berasaskan Luber dan Jurdil. Salah satu indikator demokrasi adalah peran serta masyarakat sebagai pemilih sekaligus subjek dalam pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu). Idealnya tidak sekedar menggunakan hak pilih, namun berperan aktif mengawasi setiap tahapan Pemilu, termasuk memastikan pelaksanaanya berlangsung sesuai dengan aturan serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Â Â Â Â .
Undang-undang tentang Pemilihan Umum, Nomor 7 Tahun 2017, pasal 448 ayat (3) menjelaskan bentuk partisipasi masyarakat mencakupi: (1) tidak melakukan keberpihakan yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu; (2) tidak mengganggu proses penyelenggaraan tahapan Pemilu; (3) bertujuan meningkatkan partisipasi politik masyrakat secara luas; dan (4) mendorong terwujudnya suasana yang kondusif bagi penyelenggara Pemilu yang aman, damai, tertib dan lancar.
Ketentuan yang termaktub dalam Undang-undang Pemilu tersebut memberikan kesempatan luas kepada masyrakat untuk turut serta dalam pengawasan serta menyampaikan hasil pemantauan dan pengaduan dugaan pelanggaran Pemilu kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Keterlibatan masyarakat tersebut bersifat suka rela. Keterlibatan ini dimaksudkan untuk meminimalisir konflik atas kepercayaan terhadap integritas proses dan hasil Pemilu sekaligus mengingkatkan legitimasi kepemimpinan politik.
Menjelang pemilu serentak 2024, masyarakat diharapkan berperan aktif untuk memantau tahapan-tahapan pemilu yang sedang berlangsung. Saat penyelenggara melakukan sosialisasi, tidak hanya menitik beratkan pada pembahasan pada pemungutan suara ataupun cara mencoblos surat suara, namun juga memperkaya informasi dan aturan Pemilu yang Jurdil.
Bawaslu Kabupaten/Kota sebagai garda depan pengawasan penyelenggaraan Pemilu, dalam melakukan pencegahan pelanggaran Pemilu dan pencegahan proses sengketa proses Pemilu sebagaimana dimaksud dalam pasal 101 huruf a, Bawaslu Kabupaten/Kota salah satunya bertugas "Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu di Wilayah Kabupaten/Kota". Bawaslu mengajak dan menginformasikan kepada public; indicator apa saja yang masyarakat harus awasi sehingga masyarakat mendapatkan peran pengawasan partisipatif  tersebut. Apabila masyarakat belum memahami tahapan-tahapan serta indikator pengawasan atas pelanggaran dan sistematika informasi laporan. Dapat dipastikan waktu yang akan menghambat proses berjalannya demokrasi dalam pemilihan umum, karena bisa dipastikan tantangan Pemilu Serentak 2024 pastinya lebih kompleks, yaitu kecendeungan hadirnya beragam pelanggaran. Adanya pelanggaran dalam Pemilu tidak hanya mengganggu kinerja penyelenggara, tetapi juga hak politik rakyat sebagai warga negara yang pada akhirnya menghianati kedaulatan rakyat.
"Guna meminimalisir pelanggaran Pemilu yang terjadi, perlunya di lakukan  kegiatan Sosialisai, Perluasan dan pemahaman partisipasi masyarakat sangat penting"
Pelanggaran Pemilu dapat berasal dari temuan maupun laporan. Temuan pelanggaran Pemilu merupakan hasil pengawasan aktif dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan.desa dan Panwaslu Luar Negri (LN), dan Pengawas Tempat Pemumungutan suara (TPS) pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu.
Selain berdasarakan temuan Bawaslu dan jajarannya, laporan pelanggaran pemilu bisa langsung dilaporkan oleh Masyarakat yang memliki hak Pilih, Peserta Pemilu, dan Pemantau Pemilu kepada Bawaslu dan jajarannya.
Laporan pelanggaran Pemilu disampaikan secara tertulis dan paling sedikit memuat nama dan alamat pelapor, pihak terlapor, waktu, tempat kejadian perkara dan uraian kejadian, Laporan pelanggaran Pemilu disampaikan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diketahui terjadinya dugaan adanya pelanggaran Pemilu.
Jenis-Jenis pelanggaran Pemilu yang sering terjadi adalah, pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif, tindak pidana Pemilu serta pelanggaran hukum lain terkait penyelenggaraan Pemilu.