Mohon tunggu...
Irda Handayani
Irda Handayani Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Blogger | Writer | Graphic Designer | Founder of Rumah Blog Indonesia | www.rumahblogindonesia.web.id I www.irda.web.id

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bendera Setengah Tiang Untuk Peringatan 30 S/PKI dan Dua Tahun Gempa Padang

30 September 2011   03:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:29 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini tanggal 30 September 2011, bertepatan dengan peringatan 30 S/PKI dan peringatan gempa di Sumatera Barat. Saya lupa bahwa dua tahun yang lalu, saya pernah merasakan kekhawatiran dan ketakutan yang teramat sangat akan kehilangan orang-orang yang saya sayangi, keluarga, orang tua dan adik-adik.

Flash back, gempa itu terjadi dua tahun yang lalu, pada hari Rabu tanggal 30 September 2009. Gempa berkekuatan 7,6 Skala Richter terjadi pada pukul 17:16:10 WIB di lepas pantai Sumatera sekitar 50 KM Barat Laut Kota Padang. Menurut data Satkorlak PB, sebanyak 6.234 orang tewas, 1.214 orang luka berat, 1.688 orang luka ringan dan 1 orang dinyatakan hilang.

Ketika gempa itu terjadi, saya berada di kota Medan dan keluarga saya berada di kota Padang. Sore itu, ketika saya masih dalam perjalanan pulang dari kantor menuju rumah, tante menelpon saya mengabarkan kalau telah terjadi gempa di Padang dan semua nomor ponsel anggota keluarga saya tidak ada yang bisa dihubungi.

Saya cemas dan khawatir, namun kecemasan dan kekhawatiran itu dengan seketika berubah menjadi ketakutan yang luar biasa karena belum ada satupun stasiun televisi yang dapat mengabarkan atau menayangkan bagaimana kondisi keadaan di kota Padang.

Isu tsunami pun beredar luas, dan saya hanya bisa terdiam, tanpa bisa berbicara apa pun, hanya menangis dan berdoa semoga tidak terjadi apa-apa dengan keluarga. Memang saya sangat khawatir, karena letak rumah keluarga saya berlokasi dekat dengan muara sungai, dan tentu saja dekat dengan laut. Pikiran saya buntu karena sampai keesokan harinya nomor ponsel para anggota keluarga saya belum ada yang bisa dihubungi, saya tidak bisa berharap banyak.

Bahkan, setelah melihat berita di televisi apa yang terjadi di kota itu, hancur hati saya. Semuanya porak-poranda, dan saya masih belum mengetahui di mana keluarga saya berada. Ketika itu, saya masih bekerja di salah satu perusahaan telekomunikasi dan perusahaan itu dengan segera mengirimkan bala bantuan para prajuritnya untuk memperbaiki jaringan komunikasi di kota Padang. Dengan berbekal nomor ponsel orang tua saya, saya menitipkan pesan dan amanah kepada rekan-rekan kerja itu, berharap mereka juga dapat menemukan keluarga saya, minimal bapak saya.

Semakin banyak jumlah korban yang ditampilkan, semakin banyak gambar-gambar mengerikan, semakin banyak bangunan yang runtuh dan kerusakan yang lainnya, semakin bertambah ketakutan saya akan kehilangan keluarga. Jaringan komunikasi dan listrik yang terputus menambah semakin mencekamnya suasana di kota Padang.

Hingga di hari kedua setelah bencana itu melanda kota Padang, Alhamdulillah orang tua saya bisa mengabarkan bagaimana keadaan mereka, bapak menelpon saya. Saya hanya bisa menangis lega dan sangat bersyukur, semuanya selamat, meskipun mereka masih berada di penampungan sementara. Karena keluarga saya perantauan dan tidak mempunyai saudara di kota itu maka bapak menitipkan ibu dan adik-adik di rumah saudara anggota bapak.

Bapak saya seorang anggota angkatan darat sehingga beliau harus selalu stand by membantu menanggulangi bencana tersebut. Di waktu yang singkat itu, bapak mengabarkan bahwa, pada saat kejadian, para anggota keluarga sedang sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Pada hari itu, seperti biasa bapak ke kantor, ibu yang sedang tidak ada kegiatan persit berada di rumah, adik kedua sedang kuliah dan adik ketiga baru saja pulang sekolah (adik saya yang pertama berada di kota Medan bersama saya).

Ketika gempa terjadi, seharusnya adik bungsu saya les bahasa Inggris di LIA, namun entah kenapa dia urung dan malas menghadiri les hari di itu itu. Allah memang Maha Kuasa, ternyata adik bungsu saya itu masih diberikan umur yang panjang oleh Allah SWT, dia tidak menjadi salah satu korban yang tertimbun di reruntuhan bangunan LIA karena “kemalasannya” menghadiri les. Subhanallah… Allah selalu memberikan pertolongan dari cara yang tidak pernah kita duga.

Semua orang kocar-kacir, mereka berlari menuju ke tempat yang tinggi, mereka menuju ke arah By Pass. Bapak juga sibuk mencari ibu dan adik-adik yang lain, hingga akhirnya bertemu dan ikut mengungsi ke arah By Pass. Ibu dan bapak, adik kedua dan adik bungsu, mereka berboncengan mengendarai dua sepeda motor. Bapak kembali bercerita, pada malam hari, ketika semua orang sudah kelelahan, hujan gerimis turun, tidak ada penerangan, tidak ada perbekalan bahan makanan, mereka hanya berteduh di rumah-rumah atau di gedung-gedung yang masih kokoh. Betapa sedih hati saya, kembali saya menagis.

Hingga suasana sudah mulai kondusif, meskipun listrik belum bisa menerangi kota dan meskipun para korban yang selamat mulai kesulitan bahan makanan dan air bersih. Bapak kembali bertugas dan bekerja ekstra keras bersama para relawan dan anggota pemerintah yang lainnya. Ibu dan adik-adik di titipkan di rumah saudara salah satu anggota bapak.

Bantuan pun berangsur datang, bahan makanan, pakaian, air bersih, genset, alat komunikasi, dan bantuan yang lainnya. Lebih dari itu, saya dan keluarga sangat bersyukur bahwa seluruh keluarga saya selamat semua, Alhamdulillah ya Allah. Saya tidak bisa membayangkan apa jadinya kalau saya kehilangan anggota keluarga saya, dan dengan seketika saya juga ikut bersedih dengan para korban dan sanak keluarga yang ditinggalkan, pasti sedih sekali perasaan mereka.

Hari ini, kembali tanggal 30 September hadir, kami memasang bendera setengah tiang sebagai tanda berkabung dan ikut memperingati bencana ini. Masih ada yang tersisa dari bencana itu, rasa trauma yang teramat berat. Dengan mengalirkan beberapa bulir air mata, saya memasang bendera merah putih setengah tiang di depan rumah kami. Semoga semua para korban yang selamat dan yang tidak selamat dapat mengambil hikmah dari peringatan bencana gempa padang di hari ini.

Mekipun tulisan ini mengangkat tentang peringatan gempa Padang dua tahun lalu, namun tidak lupa juga kita mengenang hari peringatan 30 S/PKI yang jatuh tepat bersamaan di hari ini.

Padang - 300911

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun