Mohon tunggu...
Ira AyuAnanda
Ira AyuAnanda Mohon Tunggu... Sekretaris - Mahasiswa Kesehatan

tempat portofolio mahasiswa gabut

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Sarjana di Era Disrupsi antara Pendidikan Tinggi dan Dunia Kerja

31 Juli 2024   19:07 Diperbarui: 31 Juli 2024   19:15 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengangguran lulusan perguruan tinggi telah menjadi isu yang semakin mengkhawatirkan di Indonesia, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global yang diperparah oleh pandemi COVID-19 dan disrupsi teknologi. Fenomena sarjana menganggur bukan hanya mencerminkan ketidakseimbangan antara supply dan demand tenaga kerja, tetapi juga mengungkap permasalahan yang lebih mendalam dalam sistem pendidikan tinggi dan struktur ekonomi kita.

Kekhawatiran akan prospek kerja pasca lulus semakin intens dirasakan oleh mahasiswa dan lulusan baru. Mereka dihadapkan pada realitas pasar kerja yang semakin kompetitif dan cepat berubah. Di satu sisi, revolusi industri 4.0 menciptakan peluang-peluang baru, namun di sisi lain juga mengancam banyak pekerjaan tradisional dengan otomatisasi. Lulusan perguruan tinggi sering kali menemukan diri mereka dalam posisi sulit, seperti terlalu terdidik untuk pekerjaan tingkat rendah, tetapi kurang pengalaman untuk posisi yang lebih tinggi.

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap masalah ini cukup kompleks. Pertama, adanya ketidaksesuaian (mismatch) antara kurikulum pendidikan tinggi dengan kebutuhan industri. Banyak program studi yang masih terfokus pada pengetahuan teoretis tanpa memberikan keterampilan praktis yang dibutuhkan di dunia kerja. Kedua, pertumbuhan jumlah lulusan perguruan tinggi tidak diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja yang sepadan. Ketiga, distribusi geografis yang tidak merata antara pusat-pusat pendidikan dan pusat-pusat ekonomi juga menciptakan kesenjangan.

Implikasi dari tingginya pengangguran lulusan ini sangat serius. Secara ekonomi, ini merepresentasikan pemborosan sumber daya manusia dan investasi pendidikan yang signifikan. Secara sosial, dapat menyebabkan frustrasi dan ketidakpuasan di kalangan generasi muda, yang berpotensi menimbulkan masalah sosial lebih lanjut. Secara psikologis, pengangguran berkepanjangan dapat merusak kepercayaan diri dan kesehatan mental lulusan.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti:

1. Reformasi Kurikulum

Perguruan tinggi perlu melakukan pembaruan kurikulum yang lebih berorientasi pada kebutuhan industri dan keterampilan masa depan. Ini termasuk penekanan pada soft skills seperti kemampuan beradaptasi, pemecahan masalah, dan keterampilan interpersonal.

2. Kemitraan Industri dan Akademik

Perlu ada kolaborasi yang lebih erat antara perguruan tinggi dan industri dalam bentuk magang, proyek bersama, dan pengembangan kurikulum. Ini akan membantu mahasiswa mendapatkan pengalaman praktis dan jaringan profesional sejak dini.

3. Pengembangan Kewirausahaan

Mendorong dan memfasilitasi mahasiswa untuk mengembangkan jiwa kewirausahaan dapat menjadi solusi alternatif dalam menciptakan lapangan kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun