Di lautan air mata ini, arus bergejolak Â
Mengapa diantara bumi dan langit harus terpisah? Â
Tiang-tiang nurani mulai goyahÂ
Sabda sang penguasa runtuhÂ
Kita tersisa di akhir sepenggal sajak terbuangÂ
Aku kembali dekap jiwakuÂ
Tak memegang hati atau suaramuÂ
Aku kembali menjadi debuÂ
Dalam titah mu yang bergerak raguÂ
Tak biarkan malam yang menyingkap tabirÂ
Batinku tersesat dalam samudra hayal muÂ
Oh aku sudi tenggelam
Hilang dan tak terkenang
Oh wajah menengadah
Menatap bulan sendu dengan dua mata berselimut darah
Dan yang tersingkirkan
Buta akal buta hati buta budi
itulah aku dan orang orangku, kita di negeri terjajah
Kalaupun terkadang di atas panggung langit gerak pesta mulai berjingkrak
Demokrasi katanya
Kita terbelalak manusia jadi dewa
Dengan panji dengan sukma dengan dasi warna basa basi
Satu hari rakyat jadi raja, duduk tenang di bawah kaki singgasana
Raja tanpa mahkota, raja yang dihianati
Rakyat jadi raja? Raja tanpa logika angka dan buta dalam tipu bahasa
Negeri ini negara demokrasi fatamorgana
Yang hidup dari pilar budaya politik subyek ala parokial
Rakyat jadi raja simbol keagungan kaum gila tahta
Aku raja, kamu raja, mereka raja, semua jadi raja di negeri kita
Berjuta juta raja, raja tanpa jumlah batas
Semua berkuasa semua gila tahta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H