Puisi : Segala Yang Mungkin
(Seri Hari Hari Puisiku #126)
Ditulis oleh Eko Irawan
Segala itu apa ? Apa karena aku ayam yang salah pergaulan ? Yang mungkin jadi tak dikenal. Salah apa ? Segala yang mungkin, bisa saja !
Mengeluh itu tak pantas. Sambat itu bukan gayaku. Nulis itu nyawaku, tak kau baca pun, aku tetap menulis. Aku bukan apa kata kata mereka. Karena inilah cara jadi diri sendiri.
Tak dikenal, tak disayang. Ada, nyata ada, tetap ada, tapi tak diundang. Protes hanya akan ditertawakan. Seperti anak kecil yang tidak dibelikan mainan. Menangis gulung gulung !
Ini aku, Ku perkenalkan diri. Jadi apa, jadi diri sendiri. Jadi Siapa, jadi diri sendiri. Kok egois? Karena dihargai itu punya pendirian Lur! Tidak ikut ikutan. Tak perlu koar koar!
Aku tetap nulis. Ya ini aku. Segala yang mungkin itu, jika aku bisa. Bukan kapok ! Tidak mundur ! Aku malu putus asa.
Karena aku sibuk cari rejeki. Tak mungkin cari gratisan melulu. Mau gabung dua ribu perak saja tak punya. Jawab apa saat ditagih parkir tak punya ? Aku bukan sombong. Tak mau gabung sesama penyair. Tapi apa daya, dompet kempes. Disapu tanggung jawab.
Segala yang mungkin, jadi semangat. Jadikan indah dengan mawar melati. Ku ulurkan tangan, ku perkenalkan diri. Tak mabuk pengakuan. Sadar diri, salah pergaulan. Tak bisa jadi kucing, karena anak ayam tak bisa mengeong. Tak diakui jadi ayam, kalau terus bergaul dengan kucing. Jika aku ayam, ijinkan aku berkotek.
Apa kau terima aku hadir ? Apa syairku hanya untuk wajah wajah jatuh cinta. Sudah umur kok kayak ABG saja. Dianggap tak pantas masih curhat kasmaran. Elegi penyair tak bernama, tak dikenal, tak diundang. Tak bisa hadir karena tak punya uang. Sungguh aku kalah sama Abang parkir.
Segala yang mungkin, mungkin bisa diakui. Tak apa, itu hak mu. Tak ada paksaan. Silahkan saja tak anggap aku. Andai angin mampu menulis, dia tak akan jadi angin lalu. Jejak ini akan tetap ada, sebagai hidup. Mendobrak agar kalian peka. Tentang yang ada, sekalipun kau anggap tak pernah ada.