Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semalam Disimpang Lima Tumpang (Seri Diskusi Mblarah #7)

3 Desember 2024   15:33 Diperbarui: 3 Desember 2024   15:40 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Eko Irawan untuk Seri Diskusi Mblarah #7 foto simpang lima tumpang 1 Desember 2024 diolah dengan lumii dan snapsheed

Semalam disimpang lima tumpang
(Seri Diskusi Mblarah #7)
Ditulis oleh : eko irawan

Hujan masih saja mendekap erat tubuh ini. Dingin. Saat lapar memberi sinyal tentang permintaan makan. Meronta ronta hingga mberot perut ini. Janganlah egois, walau menolak makan, tapi tubuh ini butuh asupan.

Dan tetap jalan menerjang hujan. Mencari menu makan yang cocok di lidah. Berbasah ria jalani wisata kuliner ala kampung tumpang. Bermotor dari tugu pahlawan, hingga pasar. Akhirnya terhenti di menu nasi goreng. Sebuah kisah Mblarah tentang Semalam di simpang lima tumpang.

Simpang lima ada di tumpang ?

Bicara simpang lima kalau di Jawa Timur akan tertuju ke Simpang lima Gumul kediri. Serasa hadir mengunjungi Arc de Triomphe. Itulah landmark dari Kabupaten Kediri. Sebuah kota kabupaten yang menurut prasasti Harijing A, kabupaten Kediri mecanangkan hari jadinya pada 11 uklapaka Caitramasa tahun 726 saka atau bila dikonversi menjadi kalender Masehi sama dengan tanggal 25 Maret 804. Prasasti tersebut mengisahkan tokoh bernama Bhagawanta Bari dari Wulanggi atau Culanggi  yang membuat bendungan untuk mengatasi banjir di wilayahnya. Pada Tahun 804 ternyata sudah ada seorang pemimpin di wilayah Kediri yang berwawasan lingkungan dan berupaya atasi banjir dengan membuat sebuah bendungan. Keren bukan?

Simpang lima yang lain kalau di Jawa Tengah ada di Semarang. Yang pernah ke sana pasti menengok acara CFD simpang lima dengan aneka kuliner nya. Yang paling ramai dikunjungi antara lain adalah menu tahu gimbal.

Dan di desa Tumpang, tepatnya di dukuh Njago ternyata juga ada simpang lima lho. Proliman Njago bisa jadi destinasi wisata karena disitulah jalan menuju candi Jajaghu atau warga sekitar menyebutnya candi Jago dan dibawahnya ada lokasi de forest yang jadi jujugan transit wisatawan saat hendak pergi ke Bromo Tengger dan Semeru. Ada apa di Proliman Njago ? Kalo pagi jadi destinasi para pedagang bakso dan aneka kuliner berbahan dasar daging karena disana ada pengusaha gilingan yang siap membantu proses gilingnya.

Bagaimana kalau malam ? Jika diatas jam 21.00 dan sudah hujan sejak sore, maka satu satunya destinasi kuliner yang ada  tinggal penjual nasi goreng gerobak dorong yang mangkal di Proliman tersebut. Kok lupa nanya nama mas nya siapa, yang jelas orangnya ramah banget. Jadi asyik banget saat diajak diskusi Mblarah. Sembari goreng bercerita ngalor ngidul. Malam itu serasa gayeng sekalipun saya sendiri pembelinya. Nasi goreng Proliman tumpang ini serasa khas dan enak banget. Sebuah menu nasi goreng khas Jawa. Sayang saya tidak begitu paham soal kuliner, jadi tak begitu mampu membahas hal hal berbau kuliner. Yang penting, enak.

Memetik Kisah dari Malam itu

Saat Abang nasi goreng tengah asyik menggoreng nasi pesanan saya, lewatlah seorang bapak yang sudah sepuh, tapi malam itu tampak tetap semangat mendorong dagangannya. Seharusnya dia sudah pensiun, tapi dimalam disapu hujan beliau tetap semangat menjaring rejeki. Semoga laris. Tentu beliau tetap punya cita cita. Apa yang terlihat sekarang, kadang kita bisa salah tafsir.

Inilah beda nongkrong di cafe dengan nongkrong di pinggir jalan. Kesederhanaan dapat kita amati seperti cerita di malam itu. Jika di cafe atau restoran terkenal, mungkin jadi ajang pamer status yang kemudian di posting di medsos. Semua tentang perut. Sama sama mencari obat dari lapar yang dirasa. Ternyata perut adalah Nafsu.

Simpang lima tumpang malam itu memberikan inspirasi tentang perjuangan seorang lelaki tua yang mendorong dagangannya. Tentu dibutuhkan perjuangan yang keras, antara lelah dan usia tuanya. Tapi dia tetap ceria. Tetap mampu tersenyum ramah.

Kesederhanaan mengajarkan syukur, yaitu dengan mampu menerima apa adanya tanpa menuntut standar tinggi yang tak bisa diraih. Banyak yang nongkrong di cafe mahal hanya untuk mengejar healing tapi menebar status palsu yang hanya pamer kesombongan.

Kesederhanaan ternyata membebaskan manusia dari sekat sekat tuntutan dan protes, dimana dia diperbudak standar tinggi milik orang lain. Akhirnya merasa kurang dan terus kurang. Dia akan terus Menuntut, seolah merasa didzolimi, tidak adil dan lupa syukur. Lupa karunia Tuhan yang sebenarnya terus mengalir tapi dianggap biasa biasa saja.

Kesederhanaan walau diskusi Mblarah di pinggir jalan di simpang lima tumpang yang sepi malam itu, ternyata mewarna kisah. Senyum ceria bapak tua itu seolah menyindir. Kesederhanaan membebaskan manusia dari sekat sekat sempit tentang makna sesungguhnya dari kebahagiaan.
Kesederhanaan seharusnya membuat manusia tersadar untuk menghargai dan mampu memanusiakan manusia sesamanya.

Hasrat manusia memang tidak akan pernah terpuaskan ketika dirinya telah diperbudak keinginan dan nafsu nafsu.
Kebahagiaan hanya menjadi angan ketika nafsu serakah menjadi Penguasa Hati.

" Tidaklah seorang anak Adam dapat memenuhi suatu wadah dengan kejelekan, kecuali perutnya.
Cukuplah bagi anak Adam suapan makanan yang membuat tulang punggung nya tegak.
Jika tidak dapat mengalahkan nafsunya, sebaiknya dia mengisi sepertiga untuk makanan nya, sepertiga untuk minum nya, dan sepertiga untuk nafasnya. "
( HR. Imam Ahmad, Al Tirmidzi dan Ibnu Majah )

Inilah oleh oleh semalam disimpang lima Tumpang. Mari jadi peka dan terus belajar dari apa saja yang kita jumpai. Bagaimana menurut Anda ? Terima Kasih sudah membaca seri Diskusi Mblarah dan sampai jumpa di tulisan tulisan selanjutnya.

De Huize Mblarah, 3 Desember 2024
Ditulis untuk Seri Diskusi Mblarah 7

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun