Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Semalam Disimpang Lima Tumpang (Seri Diskusi Mblarah #7)

3 Desember 2024   15:33 Diperbarui: 3 Desember 2024   15:40 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Eko Irawan untuk Seri Diskusi Mblarah #7 foto simpang lima tumpang 1 Desember 2024 diolah dengan lumii dan snapsheed

Inilah beda nongkrong di cafe dengan nongkrong di pinggir jalan. Kesederhanaan dapat kita amati seperti cerita di malam itu. Jika di cafe atau restoran terkenal, mungkin jadi ajang pamer status yang kemudian di posting di medsos. Semua tentang perut. Sama sama mencari obat dari lapar yang dirasa. Ternyata perut adalah Nafsu.

Simpang lima tumpang malam itu memberikan inspirasi tentang perjuangan seorang lelaki tua yang mendorong dagangannya. Tentu dibutuhkan perjuangan yang keras, antara lelah dan usia tuanya. Tapi dia tetap ceria. Tetap mampu tersenyum ramah.

Kesederhanaan mengajarkan syukur, yaitu dengan mampu menerima apa adanya tanpa menuntut standar tinggi yang tak bisa diraih. Banyak yang nongkrong di cafe mahal hanya untuk mengejar healing tapi menebar status palsu yang hanya pamer kesombongan.

Kesederhanaan ternyata membebaskan manusia dari sekat sekat tuntutan dan protes, dimana dia diperbudak standar tinggi milik orang lain. Akhirnya merasa kurang dan terus kurang. Dia akan terus Menuntut, seolah merasa didzolimi, tidak adil dan lupa syukur. Lupa karunia Tuhan yang sebenarnya terus mengalir tapi dianggap biasa biasa saja.

Kesederhanaan walau diskusi Mblarah di pinggir jalan di simpang lima tumpang yang sepi malam itu, ternyata mewarna kisah. Senyum ceria bapak tua itu seolah menyindir. Kesederhanaan membebaskan manusia dari sekat sekat sempit tentang makna sesungguhnya dari kebahagiaan.
Kesederhanaan seharusnya membuat manusia tersadar untuk menghargai dan mampu memanusiakan manusia sesamanya.

Hasrat manusia memang tidak akan pernah terpuaskan ketika dirinya telah diperbudak keinginan dan nafsu nafsu.
Kebahagiaan hanya menjadi angan ketika nafsu serakah menjadi Penguasa Hati.

" Tidaklah seorang anak Adam dapat memenuhi suatu wadah dengan kejelekan, kecuali perutnya.
Cukuplah bagi anak Adam suapan makanan yang membuat tulang punggung nya tegak.
Jika tidak dapat mengalahkan nafsunya, sebaiknya dia mengisi sepertiga untuk makanan nya, sepertiga untuk minum nya, dan sepertiga untuk nafasnya. "
( HR. Imam Ahmad, Al Tirmidzi dan Ibnu Majah )

Inilah oleh oleh semalam disimpang lima Tumpang. Mari jadi peka dan terus belajar dari apa saja yang kita jumpai. Bagaimana menurut Anda ? Terima Kasih sudah membaca seri Diskusi Mblarah dan sampai jumpa di tulisan tulisan selanjutnya.

De Huize Mblarah, 3 Desember 2024
Ditulis untuk Seri Diskusi Mblarah 7

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun