Puisi : Bertahan Menemani
(Seri Puisi Asmaraloka #98)
Ditulis oleh : eko irawan
Belajar tidak marah. Tidak tersinggung tapi coba terarah. Sebuah renungan menjawab gundah. Agar paham, jangan salah kaprah.
Dianggap bohong. Nggedarus omong kosong. Dianggap janji janji melompong. Dikejar, ditagih, Zonk.
Sungguh bukan mau nipu. Jangan lupa yang sudah berlalu. Relatif, bisa naik turun seiring waktu. Sadari dinamika, syukur lebih mulia daripada menggerutu.
Kebutuhan tak bisa ditawar. Maka menuntut dengan gencar. Marah bak api berkobar. Menunggu kapan kembali lancar.
Memang gampang temani dimasa senang. Tapi berat saat sulit menghadang. Seolah paling meriang. Seperti tak pernah senang.
Jangan lepaskan, tangan yang pernah menggenggam. Jangan lupakan kebaikan yang telah silam. Cinta sejati tak akan hilang tenggelam. Setia itu Bertahan menemani sekalipun dalam diam.
Bertahan menemani. Tetap ada Jaga hati. Hargai tanpa gampang hakimi. Percaya kasih, menuntun kisah Cinta sejati.
De Huize Sustaination, 16 Oktober 2024
Ditulis untuk Seri Puisi Asmaraloka 98
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H