Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Diksi itu Rasa Bahasa (Seri Diksi Bicara #1)

2 Januari 2024   16:11 Diperbarui: 2 Januari 2024   16:22 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Eko Irawan untuk seri Diksi Bicara #1 foto karya Apry Aje

Puisi : Diksi itu Rasa Bahasa
(Seri Diksi Bicara #1)
Ditulis oleh : eko irawan

Mulutmu Harimaumu. Kata lebih tajam dari pisau sembilu. Awal mula dibenci atau   dipuja rindu. Mampu menghibur atau mengharu biru.

Kata didengar, suara yang terucap. Disadap rasa, jadi sebuah sikap. Diabaikan atau dianggap. Setelahnya, bisa gelap atau gemerlap.

Hati hati dengan diksi. Dari diksi menoreh janji. Diksi untuk semua, tak khusus penulis puisi. Dewasalah berucap, bijak memilih diksi.

Tak sekedar bicara, tapi ada rasa bahasa. Cermin diri dalam kepantasan berbudaya. Jadi cap pribadi dari kemuliaan bicara. Cermin kehalusan rasa, nampak dalam kesantunan menulis atau berbahasa.

Diksi Bicara. Salah pilih kata, Bisa beda makna. Diksi itu rasa bahasa  Tiap kata punya cerita. Gunakan kata dengan bijaksana, cermin pribadi mulia.

Baca juga: Fiksi Jingga

De Huize Sustaination, 2 Januari 2024
Ditulis untuk Seri Diksi Bicara 1

Catatan kaki

Urgensi Berbicara Disertai Rasa Bahasa diulas oleh Bapak Prof. Dwi Cahyono, sejarawan dan Budayawan dari Universitas  negeri malang dengan kutipan sbb :
Pilihan kata (diksi) menjadi penting artinya terkait dengan "kepantasan" suatu kata untuk digunakan, baik di dalam bahasa ujaran (lisan) ataupun dalam bahasa tulis. Pada bahasa Jawa, kepantasan dalam hal "pilihan kata" menjadi sesuatu yang mendapat perhatian seksama dalam berbicara, agar orang tak "terpeleset bicara (kepleset ngomong)". Ketepatan dalam pilihan kata itu menjadi prasyarat pada apa yang diucapkan dalam kalimat dengan makna "ajining wicoro (kemuliaan bicara)". Kendati yang berbicara adalah orang mulia (priyayi), namun bila dalam pembicaran kurang bisa mengedalikan lidah (lathi), maka yang bersangkutan tidak hadir sebagai orang mulia (ra mbejaji).

Bila orang berbicara tanpa "dugo kiro-kiro", maka ia adalah seseorang yang "ra dedugo". Ia tak berbicara dengan rasa bahasa yang mulia. Unggah-ungguh berbahasa adalah perihal penting untuk mendapat perhatian, mengingat bahwa ada pepatah berbunyi  "ajining priyayi saka lathi (keberhargaan orang dari bicaranya)". Orang yang berbicara tanpa memper- hatikan rasa bahasa mengindikatori bahwa dirinya adalah bebal rasa. Kehalusan berbahasa menjadi  cermin kehalusan rasa, dan sekaligus merupakan ekspresi kesantunan dalam berbicara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun