Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sejuta Kunang Kunang di Kayutangan (Puisi Esai Eko Irawan #2)

11 Desember 2023   00:53 Diperbarui: 11 Desember 2023   00:57 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejuta Kunang Kunang di Kayutangan
(Puisi esai Eko Irawan #2)

Biarkan Kunang Kunang (1) bercerita. Tentang sinar dan warna. Tentang cahaya yang menghibur malam. Walau sekarang sudah langka terlihat. Tapi ada Sejuta Kunang Kunang di Kayutangan.

Menapak riuh hampir setiap malam. Semakin syahdu selepas hujan. Semua tentang cerita. Tentang kemarin. Hari ini. Dan esok. Terkumpul dalam kisah. Menjawab semua asa. Terekam dalam jejak sejuta makna.

Aku jadi ingin duduk dengan Herman Thomas Karsten (2). Diskusi tentang Kota yang dahulu dirancangnya. Sebuah Quo Vadis peradaban kota. Aku lahir disini. Dan hingga hari ini jadi inspirasi semua orang.

Kota peristirahatan, betapa indah gemilang. Kota di dataran tinggi, sejuk menarik hati. Wisata adalah sebuah jawaban. Jadi tempat tujuan para pelancong. Itulah kotaku, Kota Malang.

Jadi nikmati saja lembar terbaru hari ini. Menikmati sejuta Kunang Kunang di Kayutangan. Sejuta Kunang Kunang di alun alun, depan balaikota. Dan sejuta Kunang kunang di idjen Boulevard. Nikmati potret ini dengan cara masing masing.

Jadilah cerita dalam sudut pandang masing masing. Terekam dalam jejak. Jadi kisah tentang sebuah kota. Berbenah agar jadi indah. Agar tumbuh dalam kisah. Duduklah di Kayutangan dan temukan passionmu tentang hari ini.

Kunang kunang mewarna kenangan. Tentang ngopi dan nongkrong. Diiringi lagu beraneka genre. Sudut sudut cerita. Tak pernah lelah, tak pernah mati. Kayutangan meneroka harapan. Mencari bentuk peradaban.

Kenapa berpuisi tentang Kayutangan. Karena ada Chairil Anwar pernah hadir disini (3).  Setidaknya Sang Legenda Sastra, disana pernah menulis puisi. Kini Patung torso itu, menatap dibelakang lori. Sebuah Loko penarik tebu. Padahal trem yang dahulu lewat disitu.

Apapun, itu adalah pesona kotaku. Sudah jadi potret. Terekam dalam memori. Biarkan Kunang kunang menerangi Kayutangan (4). Jadi POV Memotret Heritage di Kota Malang. Mari berperan dalam kapasitas masing masing. Seperti Sejuta Kunang kunang.

Catatan Kaki

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun